Wayang Othok Obrol, Kesenian Asli Wonosobo sejak Era Sultan Agung Mataram

Seorang dalang sedang memainkan Wayang Othok Obrol. (dok. Warisan Budaya Kemendikbud)
Seorang dalang sedang memainkan Wayang Othok Obrol. (dok. Warisan Budaya Kemendikbud)

MERCUSUAR.CO, Wonosobo Wayang, seni pertunjukan bersejarah sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha, tetap eksis hingga saat ini. Selain sebagai hiburan, pertunjukan wayang juga menyampaikan pesan moral. Meski keberadaannya semakin langka, Wayang Othok Obrol diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Wayang Othok Obrol, berasal dari dialek Jawa “uthuk ubrul” yang menggambarkan improvisasi dan kesederhanaan. Berkembang sejak era Sultan Agung di Mataram, dalang Ki Ganda Wiradipa dari Traji menjadi cikal bakalnya. Cerita turun-temurun menyebut peraga wayang ini lahir ajaib di depan Sultan Agung ketika Ki Ganda Wiradipa memukul kulit perkamen dengan tongkat gadingnya.

Bacaan Lainnya

Sebagai varian gaya Kedu Wanasaban, Wayang Othok Obrol memiliki iringan musik bergaya Kedu, ramai dengan permainan saron dan keprak kencer. Meskipun terkesan kurang serius dan penuh ‘obrol’, pertunjukan ini tetap memikat. Seperti Wayang Purwa, Othok Obrol membawakan kisah dari Mahabarata dan Ramayana, serta lakon carangan seperti Murti Serat dan Semar Supit.

Puthut Megajendra, tokoh unik dalam Othok Obrol, menjadi murid Begawan Abiyasa dan divisualisasikan dengan peraga wayang Gathutkaca. Dengan lakon yang merakyat dan sarat makna, Wayang Othok Obrol sangat populer di Wonosobo, dengan biaya operasional terjangkau karena melibatkan satu dalang dan delapan niyaga tanpa sinden.

Pos terkait