MERCUSUAR.CO – SORE di Kota Lama Semarang, Rabu (11/8), seorang wanita paruh baya tidur di kursi taman. Dia menyandarkan tubuhnya memanjang mengikuti panjang kursi. Earphone di telinganya dan mengenakan masker.
Taman Srigunting tampak sepi. Hanya ada beberapa pengunjung yang datang. Dan itu pun diiringi oleh petugas yang aktif meminta pergi para pengunjung dari Kota Lama. Di taman itu pula, terdengar suara petugas dari pengeras suara yang mengumumkan bahwa Kota Lama sedang tertutup untuk tamu. Pengumuman itu diputar berulang.
Wiwin atau Win Meong tidak seorang diri di kursi taman. Sekitar 9 ekor kucing berada di dekatnya. Ada pula yang tidur bersandar pada tubuh Wiwin. Tidak jauh dari kursi, ada dua wadah berbahan plastik. Satunya berisi makanan kucing, satunya air.
Wiwin adalah seorang tunawisma, yang sehari-hari tinggal dan tidur di Kota Lama, tepatnya di Taman Srigunting. Di sana dia dikenal sebagai ibu kucing. Belasan kucing liar yang berada di Little Netherland dirawatnya seperti anak sendiri.
”Sudah dari 2015 saya di sini merawat kucing,” kata Wiwin, yang terbangun sesaat saya datang.
Jika dikumpulkan, kata dia, mungkin ada 500 ekor kucing lebih yang sudah dirawatnya. Wiwin merawat kucing liar tersebut dari uang yang dia kumpulkan sendiri. ”Kadang ada pengunjung Kota Lama yang suka dengan kucing membelikan makanan untuk kucing. Karena melihat saya merawat. Tetapi, dua tahun pandemi berjalan pengunjung Kota Lama sepi,” kesahnya.
Selepas senja, Wiwin bekeliling area Kota Lama dengan membawa makanan kucing. Dia memberi makan kucing yang dilihatnya, yang berada di berbagai area Kota Lama. ”Kucing liar ini sama-sama ciptaan Tuhan. Kenapa tidak kita menyayanginya,” ungkapnya.
Wiwin merasa tidak kesepian. Kucing-kucing itu dianggapnya keluarga sendiri. Menemani di berbagai keadaan dengan tulus. Dia pun totalitas dalam merawat ”keluarganya”. Suatu kali, ketika makanan kucing menipis, dia menggadaikan gawai miliknya untuk membeli makanan kucing. ”Saya dari umur 14 tahun malang melintang, mencari nafkah sendiri.”
Nama lahirnya adalah Subaiah. Anak pertama dari empat bersaudara pasangan Sujoto dan Siti Muzainah ini kelahiran Semarang pada 1972. Pernikahannya yang dibangun mulai 1997 kandas, sebelum mempunyai anak.
Orang tuanya berada di Gringsing, Kabupaten Batang, bersama ayah tirinya. Sesekali dia pulang untuk menengok ibunya. Wiwin memiih hidup seorang diri. Hingga kini.
Dia sempat merantau di Jakarta menjadi pemulung, menjual barang rongsok. Sebagai pemandu karaoke pun pernah dilakoninya. ”Banyak yang suka suara saya,” kenangnya.
Perjalanan hidupnya kini singgah di Kota Lama. Di sini Wiwin mencari nafkah dengan menjaga parkir. Pernah pula menjaga sepeda wisata di Taman Srigunting. ”Saya jaga dua sepeda dulu. Kalau ramai hasilnya lumayan. Saat ini sudah tidak pegang sepeda.”
Sebagai penjaga sepeda, Wiwin sering diminta pelanggannya untuk memotret. Kemampuannya seiring waktu terasah.
Dia berpikir, pose seperti apa saja yang bagus, cara memotret orang gemuk terlihat lebih langsing, sudut pengambilan gambar antara orang dengan gedung di Kota Lama dengan proporsi yang sama-sama terlihat jelas.
”Dulu saya tidak pernah keluar area Taman Srigunting. Kemudian saat jalan-jalan, saya melihat banyak tempat. Di sini bagus untuk pose begini, di sana latar belakangnya bagus. Belajar sendiri,” tuturnya.
Pendidikan Wiwin tidak tamat sekolah dasar. Namun, dari kecil ia mempunyai cita-cita yang terus dipendamnya. ”Saya ingin sekali menjadi peragawati. Mengenakan busana, berjalan, berpose. Mungkin karena tidak ada yang mengarahkan, dan kemampuan saya kurang bagus,” terangnya.
Kemampuannya memotret dan mengarahkan gaya mulai dikenal. Wiwin banyak dicari untuk memintanya mengarahkan pose foto di area Kota Lama. Dia juga dipromosikan pelanggannya di media sosial.
Tetapi, kisah kemampuam Wiwin dalam memotret, yang menjadi kegiatannya untuk mengumpulkan uang saat ini tertahan. Dunia sedang dilanda pandemi Covid-19. Pulau Jawa dan Bali diberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Tentu pariwisata juga ditutup. Dan orang-orang seperti Wiwin, sedang merasa terhimpit dalam menjalankam hidup.