MERCUSUAR.CO, Wonosobo – Baru-baru ini, media sosial ramai dengan poster “All Eyes on Papua”. Hingga Senin (3/6) siang, sudah ada 1,1 ribu pengguna di Instagram yang membagikan poster ini dengan tagar “All Eyes on Papua”. Apa sebenarnya yang terjadi di Papua?
Poster yang viral tersebut memperlihatkan puluhan orang berdada telanjang berdiri di tanah kering dekat danau. Tagar ini menyerupai dukungan masyarakat terhadap Palestina beberapa waktu lalu, dengan tagar “All Eyes on Rafah”.
Tagar “All Eyes on Papua” muncul sebagai bentuk dukungan terhadap warga adat Papua yang memprotes perusahaan yang mengalihfungsikan hutan menjadi perkebunan sawit. Tagar ini merupakan upaya masyarakat untuk mendesak pemerintah mengembalikan hak-hak masyarakat adat yang dirampas.
Proyek tanah merah yang dioperasikan oleh tujuh perusahaan telah mengubah hutan adat Awyu dan Moi di Papua menjadi perkebunan sawit terbesar di Indonesia. Salah satu perusahaan, PT Indo Asiana Lestari (IAL), memiliki lahan seluas 36.094 hektar dan telah mendapatkan izin lingkungan hidup dari pemerintah setempat. Akibatnya, masyarakat adat suku Awyu merasa kehilangan tempat tinggal, sumber penghidupan, dan warisan budaya mereka.
Suku Awyu kalah dalam gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Suku Moi juga sedang berjuang melawan PT SAS yang telah menggunduli 18.160 hektar hutan adat untuk perkebunan sawit.
Setelah gugatan ditolak, Suku Awyu dari Boven Digoel dan Suku Moi dari Sorong menggelar aksi damai di depan Gedung MA pada Senin (27/5). Mereka mengenakan pakaian adat sambil menggelar ritual dan berdoa.
Suku Awyu dan Moi rela menempuh perjalanan berbahaya dan mahal ke Jakarta untuk meminta MA membatalkan izin perusahaan sawit yang mereka lawan. Selain menggugat PT IAL, suku Awyu dan Moi juga mengajukan kasasi atas PT KCP dan PT MJR, dengan harapan MA mencabut izin lingkungan yang diberikan ke PT IAL.
Proyek perkebunan sawit tidak hanya menghilangkan hutan alam, tetapi juga berpotensi menghasilkan emisi CO2 yang merusak lingkungan global.