DIENG, Mercusuar.co – 4 September 2024. Telaga Merdada, yang terletak di Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, kini menghadapi nasib yang merana. Selama ini, Telaga Merdada dikenal sebagai salah satu obyek wisata favorit yang menawarkan keindahan alam dengan latar belakang perbukitan, seperti Bukit Pangonan dan Bukit Semurup. Dengan luas area sekitar 25 hektar dan berada di ketinggian 2.045 meter di atas permukaan laut (mdpl), Telaga Merdada menjadi destinasi yang banyak diminati pengunjung untuk menikmati alam Dieng.
Para wisatawan biasanya menikmati keindahan Telaga Merdada dengan menggunakan perahu untuk mengelilingi telaga atau hanya menikmati pemandangan dari gardu pandang yang dibangun oleh pengelola. Selain itu, fasilitas seperti toilet, spot foto, mushola, dan warung wisata turut menambah kenyamanan pengunjung. Hanya dengan tiket masuk Rp 5.000, pengunjung dapat menikmati pemandangan indah dari gardu pandang yang tersedia.
Namun, keindahan tersebut kini mulai pudar. Hamparan air jernih yang menjadi daya tarik Telaga Merdada kini hampir sepenuhnya tertutupi oleh tanaman enceng gondok dan kapu-kapu, menjadikan telaga ini lebih mirip lapangan sepak bola, dengan air yang tidak tampak sama sekali. Ratusan mesin pompa air berderet dengan suara riuh menyedot air yang berada di bawah lapisan enceng gondok tersebut.
Malik, seorang warga setempat berusia 40 tahun, ditemui di tepi Telaga Merdada, menyampaikan bahwa tutupan enceng gondok ini telah berlangsung selama tiga bulan terakhir. “Sebenarnya, di bawahnya masih ada air dengan kedalaman antara 2-3 meter,” ujarnya. Air ini setiap hari disedot oleh petani dari Desa Karangtengah, Bakal, Buntu, dan sebagian warga Dieng Kulon. Waktu operasional mesin pompa air dibatasi mulai pukul 07.00 hingga 17.00 WIB, sesuai kesepakatan dan aturan warga yang telah diberlakukan sejak bertahun-tahun lalu.
Malik juga menjelaskan bahwa masyarakat Desa Karangtengah tidak tinggal diam menghadapi masalah ini. Mereka secara rutin melakukan kerja bakti setiap hari Kamis dari pukul 07.00 hingga 13.00 WIB, yang sudah berlangsung selama sembilan kali. Enceng gondok yang sudah terangkat kemudian dikumpulkan di tepi telaga, dibiarkan mengering selama satu minggu, dan kemudian dibakar. Malik berharap ada dukungan alat berat dari pemerintah agar pembersihan telaga ini bisa cepat selesai.
Mendengar kabar ini, Agus Hendratno, Dosen Geologi UGM yang selama ini menjadi anggota dewan pakar Geopark Dieng menyempatkan diri mendatangi langsung lokasi Telaga Merdada yang kini merana tersebut bersama dengan Sekretaris Yayasan Diaspora. Mereka berupaya membantu merumuskan konsep percepatan pemulihan telaga. Agus Hendratno menegaskan bahwa masalah ini tidak mungkin hanya ditangani oleh warga setempat. “BKSDA Provinsi Jawa Tengah harus turun tangan. Konsep penanganannya bisa meniru apa yang dilakukan di Rawa Pening, dan untuk Merdada ini, kita harus memperhatikan kepentingan pertanian dan wisata, bagaimana keduanya bisa saling mendukung,” pungkasnya. ( Taf)