Sekretaris KP2KKN Jawa Tengah Angkat Bicara Terkait Dugaan Pungli PPDB SMA/SMK Jateng

IMG 20240731 082042

MERCUSUAR, Semarang – Sekretaris KP2KKN Jawa Tengah, Ronny Maryanto, angkat bicara terkait dugaan pungutan liar (pungli) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK Negeri di Jawa Tengah (Jateng).

 

Bacaan Lainnya

Menurutnya, terdapat banyak kejanggalan dalam proses pengadaan PPDB online yang dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Jateng. Ronny menyampaikan bahwa ia telah berulang kali mencari informasi mengenai pengadaan PPDB online di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Disdikbud Jateng, namun tidak menemukan data yang relevan.

 

“Yang jadi pertanyaan, pengadaannya melalui apa. Padahal PPDB online ini sistemnya diselenggarakan oleh Disdikbud Jateng, sedangkan di SIRUP Disdikbud Jateng tidak ada,” ujarnya pada Selasa (30/7/2024).

 

Ronny menekankan bahwa berdasarkan Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Nomor 47/M/2023, pemerintah daerah harus menyediakan sistem aplikasi PPDB online dengan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

 

Namun, Kadisdikbud Jateng menyebutkan bahwa anggaran PPDB berasal dari Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) yang sumbernya adalah APBN.

 

“Apakah memang betul APBD Provinsi Jawa Tengah tidak menyediakan anggaran terkait aplikasi PPDB ini? Dan menjadi pertanyaan kami, kenapa pemerintah Provinsi khususnya Dinas Pendidikan ini tidak terbuka terkait pengelolaan ataupun aplikasi PPDB,” tandas Ronny.

 

Ronny mengungkapkan kekhawatirannya terkait pungutan sebesar Rp 4,4 juta yang dibebankan kepada sekolah-sekolah untuk membayar penyediaan jasa aplikasi PPDB. Menurutnya, aplikasi yang digunakan dalam proses PPDB di Jateng hanya satu dan dikelola oleh Disdikbud Jateng, sehingga tidak wajar jika sekolah-sekolah harus mengadakan aplikasi tersendiri.

 

Ronny menambahkan, “Tidak per sekolah melaksanakan atau mengadakan aplikasi tersendiri. Jadi satu aplikasi digunakan untuk sekitar 500an sekolah SMA/SMK Negeri di Jateng.”

 

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sistem aplikasi PPDB yang hanya satu dan dikelola oleh Disdikbud Jateng seharusnya tidak menjadi beban bagi sekolah-sekolah.

 

“Tentunya ini menjadi sesuatu yang tidak wajar ketika pengelolaan sistem aplikasi ini dibebankan sekolah, harusnya memang dinas pendidikan yang menyediakan sistem tersebut,” terangnya.

 

Ronny juga mempertanyakan besaran biaya yang harus dibayarkan oleh masing-masing sekolah kepada penyedia jasa sebesar Rp 4,4 juta. Ia menambahkan bahwa di e-katalog juga ada penyedia yang menawarkan harga sekitar Rp 200 juta untuk satu aplikasi yang digunakan oleh seluruh sekolah di Jateng.

 

“Dikali jumlah sekolahan tingkat atas, SMA & SMK Negeri, terlalu mahal, karena seperti di e-katalog juga ada yang menawarkan harga Rp200 juta lho,” tuturnya.

 

Ronny mengingatkan, apabila BOP tidak diperuntukkan untuk pembiayaan aplikasi PPDB, maka para kepala sekolah yang jumlahnya lebih dari 500 orang itu akan kesulitan melaporkan penggunaan BOP yang telah diterimanya.

 

“Salah-salah mereka bisa, saya katakan bisa lho, mereka bisa berurusan dengan aparat penegak hukum. Karena penggunaan anggaran negara yang tidak sesuai peruntukannya bisa jadi temuan BPK,” tutupnya.

 

Masyarakat, terutama para orang tua murid dan pihak sekolah, berharap agar pihak berwenang segera melakukan investigasi mendalam untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran PPDB online di Jateng.

 

Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan anggaran dan pungli lebih lanjut, diperlukan transparansi dalam setiap proses pengadaan sistem aplikasi PPDB online.

 

Pemerintah daerah dan Disdikbud Jateng diharapkan dapat memberikan penjelasan yang jelas dan terbuka kepada publik mengenai penggunaan anggaran untuk PPDB, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

 

Pos terkait