Pendiri Jateng Corruption Watch Menilai Sikap PDIP Menarik Kader Tidak Ikuti Retret Sebagai Tradisi Baru

WhatsApp Image 2025 02 21 at 15.38.04 c06f7c37

MERCUSUAR.CO, Karanganyar – Suhu politik nasional tengah memanas pasca ditahannya Sekjen PDIP Hasto Kristyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus Harun Masiku.

PDIP bereaksi keras dengan menarik seluruh kadernya yang baru saja dilantik menjadi Gubernur maupun Bupati dan Wali Kota untuk tidak mengikuti Retret yang diselenggarakan Pemerintah.

Dosen Ilmu Hukum Universitas Soegijapranata, Semarang Benedictus Danang Setianto menilai, sikap PDIP menuai pro kontra. Mereka yang kontra terhadap keputusan PDIP menilai PDIP “kebablasan” karena Kepala Daerah dipilih oleh rakyat sehingga wajib menjalankan kehendak rakyat ketimbang perintah partai.

“Apalagi pada saat proses Pilkada, kadang dilakukan melalui koalisi dengan partai lainnya. Tindakan boikot terhadap Retret dinilai mencederai amanat rakyat pendukung,” ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Mercusuar.co, Jumat (21/02/2025).

Akan tetapi, di sisi lain, PDIP melihat proses perjalanan pemerintahan saat ini sudah keluar dari kaidah etika dan moral politik yang seharusnya dijalankan oleh para pelaku politik dan bukan demi kepentingan sesaat melalui kompromi-kompromi politik.

Tindakan menarik semua kadernya menegaskan sikap PDIP untuk tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah. Meskipun selama ini PDIP mendukung jika ada kadernya yang menjadi pejabat dan terbukti korupsi untuk segera diproses melalui jalur hukum, terutama jika terbukti menimbulkan kerugian negara.

“Tetapi saat ini, PDIP mungkin memandang bahwa Sekjen bukan pejabat pemerintah dan bahkan kalau terbukti melakukan apa yang dituduhkan pun tidak menimbulkan kerugian negara sebagaimana unsur tindak pidana korupsi. PDIP melihat bahwa ini adalah upaya pembungkaman politik melalui jalur hukum dan dibalas dengan tindakan politik pula dengan menarik kadernya dari Retret politik,” ungkap pendiri Jateng Corruption Watch tersebut.

Terlepas dari pro dan kontra atas sikap PDIP, menurut Benedictus Danang Setianto tindakan itu akan memulai tradisi baru dalam proses demokrasi di Indonesia. Yakni adanya pihak Oposisi yang memang berdiri di luar wilayah kekuasaan untuk secara terstruktur dan sistematis mengkritisi kebijakan pemerintah.

“Apa yang dilakukan PDIP harus dibaca sebagai langkah awal memulai tradisi oposisi. Semoga ini akan diikuti dengan langkah membentuk “pemerintahan bayangan” (shadow government) yang memang mencermati secara lebih khusus sesuai dengan bidang-bidang Kementerian dan Kelembagaan di pemerintahan,” imbuhnya.

Prinsip Check and Balance akan lebih terjaga dan justru akan mendorong pemerintah semakin terbuka dan bertanggung jawab. Tradisi itu akan menjadikan pemerintah akan lebih hati-hati jika menerbitkan sebuah kebijakan karena pihak oposisi juga punya sumber informasi yang serupa dan bisa mengusulkan kebijakan yang berbeda untuk memberikan alternatif kepada rakyat.

“Pada gilirannya, pemilih akan semakin cerdas dan pandai untuk menentukan sikapnya pada saat pemilu karena selalu diberikan opsi kebijakan yang berbeda oleh pihak oposisi terhadap kondisi sosial ekonomi yang sama. Semoga langkah ini bukan langkah reaktif yang tidak berlanjut karena “kompromi politik”,” pungkasnya. (hrs/rls)

Pos terkait