‎Pemkab Wonosobo Evaluasi Strategi Baru Tekan Angka Stunting

22jstunting wsb bay scaled
MERCUSUAR, Wonosobo- Pemerintah Kabupaten Wonosobo terus memperkuat langkah konkret dalam menekan angka stunting yang masih berada di angka 23,9 persen pada tahun 2024. Melalui Rapat Koordinasi Percepatan Penanganan Stunting yang digelar di Sekretariat Daerah (Setda) Wonosobo, Senin (20/10/2025), pemerintah daerah menegaskan komitmennya untuk memperbarui strategi penanganan berbasis data lokal serta mendorong keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak.
‎Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Wonosobo, Tono Prihartono, menyebut bahwa hasil evaluasi menunjukkan perlunya pendekatan lintas sektor yang lebih terintegrasi. “Angka kita masih cukup tinggi, dan ini PR besar bagi kami di Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS),” ujarnya. Menurutnya, persoalan stunting tidak bisa dilihat semata dari aspek gizi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pola asuh, dan keterlibatan keluarga.
‎Fokus pada Intervensi Spesifik dan Peran Ayah
‎Rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan lintas sektor yang fokus membedah ulang strategi dan mengevaluasi efektivitas program di lapangan. Pemerintah daerah akan memetakan permasalahan hingga tingkat RT agar intervensi bisa disesuaikan dengan kondisi lokal.
‎Menariknya, hasil riset singkat kolaborasi antara Universitas Indonesia (UI) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan bahwa minimnya peran ayah dalam pengasuhan anak menjadi salah satu faktor signifikan penyebab stunting di Wonosobo. Temuan ini turut mengungkap kendala koordinasi dalam pelaksanaan Program Makanan Tambahan (PMT) di tingkat desa serta tingginya kasus ibu hamil dengan Kekurangan Energi Kronis (KEK).
‎“Ternyata dalam riset itu, peran ayah ini masih minim. Nanti akan kita dorong kampanye bagaimana ayah juga punya peran dalam cegah stunting,” kata Tono.
‎Lima Langkah Strategis TPPS
‎Sebagai tindak lanjut, Pemkab Wonosobo bersama TPPS menegaskan lima strategi utama:
‎1. Peningkatan edukasi dan komunikasi untuk perubahan perilaku serta mendorong keterlibatan aktif ayah.
‎2. Penguatan koordinasi lintas sektor antar-dinas dan lembaga.
‎3. Intervensi tepat sasaran dan tepat waktusesuai data lapangan.
‎4. Optimalisasi peran TPPS hingga tingkat desa agar kebijakan berjalan efektif.
‎5. Perencanaan berbasis data sebagai dasar penyusunan program baru yang relevan.
‎Langkah ini diperkuat dengan empat pilar utama, salah satunya Kampanye Ayah Peduli Gizi Keluarga, yang bertujuan mengedukasi suami atau ayah untuk aktif dalam pengasuhan dan pencegahan stunting. Pemerintah daerah juga mendorong penggunaan dana desa, program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta dukungan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mempercepat pemerataan intervensi.
‎Selain itu, perangkat daerah diminta menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebagai acuan desa, memperluas media edukasi melalui media cetak dan digital, serta menggandeng kelompok masyarakat seperti petani dan pedagang pasar agar pesan pencegahan stunting menjangkau seluruh lapisan.
‎Program GATI dan Gerakan Kolaboratif
‎Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPPKBPPPA) Wonosobo, Dyah Retno, menyoroti fenomena fatherless atau minimnya kehadiran figur ayah baik secara fisik maupun psikologis dalam keluarga. Melalui Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), Pemkab berupaya mendorong ayah dan calon ayah agar lebih aktif dalam pengasuhan anak, pendampingan remaja, dan pembangunan karakter generasi muda.
‎“Pelaksanaan Program GATI di Wonosobo sudah mencapai 16.683 dari target 7.456 sasaran dengan melibatkan berbagai organisasi kemasyarakatan seperti GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Anemia Sanitasi, komunitas Kristen, Forum GENRE, dan lainnya,” ungkap Dyah.
‎Selain GATI, Pemkab juga menggencarkan Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (GENTING) sebagai bagian dari intervensi sensitif yang menumbuhkan kepedulian sosial dan gotong royong. Gerakan ini memperkuat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk mewujudkan Wonosobo Bebas Stunting.
‎Sinergi Pusat-Daerah dan Arah ke Depan
‎Menurut Tono, penanganan stunting tidak bisa diukur dengan satu angka anggaran, karena melibatkan banyak dinas dan sektor, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga pemberdayaan masyarakat. “Ada kesesuaian antara misi pusat dan daerah. Jadi langkah kita memang sudah searah,” jelasnya.
‎Bappeda Wonosobo akan terus melakukan evaluasi berkala dan memastikan setiap program berjalan dengan kolaborasi lintas lembaga hingga ke tingkat desa

Pos terkait