Pati Identik Kampung Bandit, Dulu Daerah Tanpa Kekerasan Saminisme

Pati Identik Kampung Bandit
Pati Identik Kampung Bandit

MERCUSUAR.CO Kabupaten Pati tengah disorot karena kasus yang menewaskan bos rental mobil. Padahal, masyarakat Pati dikenal menerapkan ajaran Saminisme yang tanpa kekerasan. Kabupaten Pati banyak di sorot warganet atas banyaknya kendaraan bodong ataupun kendaraan gelap yang bersarang di salah satu daerah. Kecamatan Sukolilo menjadi target kecurigaan masyarakat setelah kasus tewasnya bos rental mobil ketika hendak mengambil mobil miliknya di Desa Sumbersoko.

Lewat Google Maps, warganet pun melawan balik dengan melabeli daerah tersebut dengan kalimat yang berbau kekerasan. Mulai dari kampung bandit, penadah kendaraan rental, sampai Kampung SDM Nol.

Bacaan Lainnya

Menanggapi hal itu, dosen sekaligus peneliti budaya dan ketoprak Pati, Sucipto Hadi Purnomo, kondisi itu berbalik dengan masa lalu. Dulu, masyarakat Pati justru menganut ajaran-ajaran Saminisme yang tanpa kekerasan. Ia pun menganggap ajaran Saminisme mirip seperti ajaran Mahatma Gandhi, yakni Ahimsa.

“Saminisme adalah ajaran yang diberikan oleh tokoh bernama Samin Surosentiko yang merupakan ajaran-ajaran yang penuh dengan sikap-sikap macam Ahimsa kalau di India itu ya,” kata Sucipto saat dihubungi detikTravel, Kamis (20/6/2024).

Ia menjelaskan bahwa di dalam ajaran itu masyarakat diajarkan untuk bertindak tanpa merusak. Ia juga menjelaskan adanya larangan colong jupuk atau mengambil sesuatu yang bukan haknya.

“Yang kemudian tidak boleh colong jupuk, colong jupuk itu artinya mengambil miliknya orang lain, tidak boleh dengki, tidak boleh iri hati, itu adalah nilai-nilai besar yang kemudian diajarkan oleh saminisme yang itu tidak hanya ucapan tetapi juga tindakan,” kata dia.

Ia menggambarkan praktik nirkekerasan itu bahkan telah dilakukan sejak masa kolonialisme. Dulu, masyarakat melawan ketidakadilan bukan lewat kekerasan, tetapi lewat boikot.

“Bahkan perlawanan pada masa lalu di pemerintahan kolonial dilakukan dengan cara tidak perlu membayar pajak, bukan kemudian melakukan langkah-langkah konfrontatif dengan menyerang atau melawan, itu tidak gitu. Tapi lebih melakukan, maksimalnya di pemboikotan,” ujar dia.

Tak hanya zaman dulu, masyarakat Kendeng juga dalam perlawanannya menolak pabrik semen di Pegunungan Kendeng memilih melakukan perlawanan dengan menyemen kakinya di depan istana. Menurutnya, itu adalah ciri masyarakat Pati yang dapat menunjukkan sikap tegas tetapi tanpa melakukan kekerasan.

Sucipto, yang sedari kecil hingga sekolah menengah atas tinggal di Pati dan kini meneliti Ketoprak Pati, menyebut ajaran-ajaran saminisme masih tertanam hingga kini di banyak masyarakatnya. Terlebih ajaran sejenis pun juga dituangkan dalam cerita kebudayaan lokal yang populer dan masih sering dituturkan di sana, misalnya cerita soal Saridin atau Syekh Jangkung.

“Soal Saridin atau Syekh Jangkung itu sangat sangat membekas di hati kolektif masyarakat pati dan menjadi rujukan nilai bagi masyarakat di sana. Nilai nilai macam begitu, itu secara langsung maupun tidak langsung menjadi rujukan untuk bertindak dan kemudian mengambil sikap dalam hal menghadapi ketidakadilan yang dirasakan atau pun menghadapi segenap dinamika dalam kehidupan ini,” kata dia.

Ia menjelaskan ajaran saminisme itu dianut oleh banyak masyarakat di sekitar selatan Kabupaten Pati, termasuk Sukolilo.

Pos terkait