MERCUSUAR.CO, Wonosobo – International Standard Book Number (ISBN) adalah identifikasi unik yang digunakan dalam penerbitan buku di Indonesia. Saat ini, dunia penerbitan domestik menghadapi dugaan krisis ISBN. UNS Press, lembaga penerbitan dari Universitas Sebelas Maret, menyatakan bahwa krisis ISBN di Indonesia tampaknya terjadi sebagai hasil dari lonjakan penerbitan selama pandemi COVID-19 pada tahun 2020 dan 2021.
ISBN sendiri adalah nomor unik berisi 13 digit yang diterbitkan oleh Badan Internasional ISBN, yang berbasis di London, dan didistribusikan ke negara-negara termasuk Indonesia. Krisis ISBN terjadi ketika jumlah nomor ISBN yang terbatas di suatu negara mengalami penurunan signifikan. Hal ini bisa terjadi karena peningkatan drastis dalam penerbitan buku ber-ISBN dalam waktu singkat.
Menurut catatan UNS Press, krisis ISBN di Indonesia dimulai setelah Badan Internasional ISBN London memberikan teguran kepada Perpustakaan Nasional (Perpusnas), satu-satunya lembaga dalam negeri yang memiliki wewenang untuk mendistribusikan ISBN di perusahaan penerbit Indonesia. Teguran ini berkaitan dengan jumlah penerbitan buku yang dianggap tidak wajar di Indonesia, dengan klaim bahwa sebanyak 208.191 buku ber-ISBN telah diterbitkan antara 2020 hingga 2021.
Data statistik Perpusnas mencatat bahwa pada tahun 2023, sudah lebih dari 728.389 buku yang diterbitkan dengan ISBN. Jumlah terbitan ini jauh melampaui jumlah nomor ISBN yang tersedia di dalam negeri, yang terakhir dialokasikan sebanyak 1 juta nomor pada tahun 2018. Saat ini, diperkirakan hanya tersisa sekitar 270 ribu nomor ISBN di Indonesia.
Kondisi krisis ISBN dapat mempersulit penerbitan buku-buku tersebut dengan nomor ISBN. Meskipun tanpa ISBN, buku-buku atau produk lainnya tetap dapat diterbitkan dan dijual secara online maupun offline, karena ISBN tidak memengaruhi legalitas penjualan buku. Namun, kondisi ini dapat berdampak pada proses penerbitan ulang buku dan memperpanjang waktu penantian untuk mendapatkan ISBN.