Kesultanan Makassar yang Demikian Besar

masjid katangga peninggalan kerajaan makasar

MERCUSUAR.CO – Kerajaan Makassar adalah kerajaan yang besar. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan. Kerajaan Makassar dikenal juga dengan nama Kerajaan Gowa Tallo. Kerajaan Makassar adalah kerajaan yang bercorak Islam sehingga disebut pula dengan Kesultanan Makassar. Awalnya, Kerajaan Makassar adalah dua kerajaan yang berbeda yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Dua kerajaan yang bersaudara ini berseteru selama bertahun-tahun.

Jika ditinjau dari sisi historisnya, kerajaan Makassar terbentuk dari gabungan dua kerajaan tersebut yaitu Gowa dan Tallo. Terbentuknya kerajaan Gowa sendiri diawali dengan adanya sembilan komunitas kesukuan (Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalli). Sembilan komunitas itu dikemudian hari lebih dikenal dengan nama Bate Salapang (sembilan bendera).

Pada perkembangannya Bate Salapang menjadi pusat kerajaan Gowa. Kesembilan komunitas itu melalui berbagai cara, baik secara damai atau paksaan akhirnya bergabung menjadi satu untuk memilih seorang pemimpin yang mempunyai tugas mengatur hubungan antar komunitas. Untuk menjalankan tugas itu maka Tumanurung bersama suaminya Karaeng Bayo ditunjuk untuk memimpin Gowa. Bahkan menurut tradisi Gowa, Tumanurung dianggap sebagai pendiri istana Gowa.

Dalam tahun-tahun berikutnya muncul kedekatan hubungan antar Gowa dan Tallo. Tallo sendiri merupakan kerajaan yang letaknya berbatasan dengan Gowa dan selalu ingin bersatu dengan Gowa, sehingga sering disebut sebagai kerajaan kembar. Adanya kedekatan hubungan ini menyebabkan Karaeng Gowa ke-9 yakni Tumapa’risi’ Kallonna yang memerintah pada awal abad ke-16, berinisiatif untuk menggabungkan kedua kerajaan menjadi satu nama kerajaan, yaitu kerajaan Makassar. Pemberian nama Makassar diambil berdasarkan letak pusat kerajaan yang berada di Makassar, Sulawesi Selatan. Walaupun ada pendapat yang menyatakan bahwa pusat kerajaan Makassar terletak di Sombaupu.

Bersatunya kerajaan Gowa dan Tallo bersamaan pula dengan proses Islamisasi di Sulawesi Selatan. Islam mulai memasuki daerah Sulawesi Selatan setelah kerajaan Makassar kedatangan ulama dari Sumatra yang bernama Datu’ Ri Bandang, dan Datu’ Sulaeman. Setelah kedatangan para ulama itu kerajaan Makassar memperoleh sebutan kesultanan Makassar di tahun 1605.

Pemimpin Makassar pada masa itu adalah I Manga’rangi Daeng Manrabbi yang dibantu oleh I Malling Kaang yang lebih dikenal dengan nama Karaeng Matoaya dari Tallo. Setelah menjadi muslim, gelar yang di sandang oleh Daeng Manrabbi adalah Sultan Alauddin (1591-1638), sementara gelar untuk Karaeng Matoaya adalah Sultan Abdullah yang dipercaya sebagai patih kerajaan Makassar.

Terdapat catatan menarik dalam proses masuknya Islam di Sulawesi Selatan, bahwa sebelum raja memeluk Islam, sudah ada orang Islam sebagai pedagang di Gowa jauh sebelum itu. Ketika utusan Portugis datang ke Gowa pada tahun 1540, mereka telah mendapati beberapa orang slam berdiam di Gowa, tetapi mereka datang dari daerah lain. Laporan dari orang Portugis ini mungkin saja benar, mengingat setelah Malaka direbut Portugis pada tahun 1511, banyak pedagang lain melarikan nasibnya ke daerah lain, di antaranya ke Makassar.

Perkembangan Awal Kerajaan Makassar Islam
Keputusan penguasa kerajaan Makassar untuk memeluk agama Islam mempunyai dampak yang sangat penting baik bagi kehidupan rakyat maupun kehidupan politik bagi masa depan Sulawesi Selatan. Dampak yang lain adalah menjadikan kerajaan Makassar sebagai penguasa yang tidak tertandingi di Sulawesi Selatan.

Untuk mempertahankan predikat penguasa tak tertandingi, tidak segan kerajaan Makassar berusaha mengIslamkan para penguasa lain yang ada di Sulawesi Selatan. Langkah pertama untuk merealisasikan tujuannya adalah untuk mengajak Bone dan Soppeng memeluk agama Islam, namun kedua kerajaan itu menolak. Penolakan ini menyebabkan terjadinya peperangan antara kerajaan Makassar melawan Tellumpocco (kerajaan gabungan Soppeng, Wajo, dan Bone).

Ketika awal peperangan berlangsung, Tellumpocco menjadi pihak yang memenangkan perang. Namun pada tahun 1609 M tatkala perang kembali pecah, pihak kerajaan Makassar lah yang mendapatkan kemenangan. Dengan kemenangan ini Soppeng bersedia menganut agama Islam pada tahun 1609 M, kemudian diikuti oleh Wajo pada 10 Mei 1610 M, dan oleh Bone pada 23 November 1611 M. Sultan Alaudin meninggal pada tahun 1638 M, setelah sultan Alaudin meninggal, dia digantikan oleh sultan Muhammad Said, yang nantinya akan membawa kerajaan Makassar memasuki masa kejayaannya.

Kejayaan Kerajaan Makassar
Setelah sultan Alaudin meninggal, sultan Muhammad Said (1639-1653) naik tahta menjadi raja kerajaan Makassar, dengan dibantu Karaeng Pattingaloang. Ketika Sultan Muhammad Said memerintah, kerajaan Makassar mengalami perkembangan luar biasa dan mencapai pucaknya di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669).

Nama Sultan Muhammad Said sendiri terkenal sampai ke berbagai negeri di Asia, bahkan sampai ke Eropa. Hal ini disebabkan karena jasa-jasa Karaeng Pattingaloang yang pandai melakukan diplomasi. Sayangnya tidak banyak catatan sejarah yang menceritakan keadaan kerajaan Makassar pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Said secara mendetail.

Pengganti Sultan Muhammad Said adalah anaknya, yang bernama Hasanuddin. Sultan Hasanudin lahir pada tanggal 12 Januari 1613, dan meninggal pada tanggal 12 Juni 1670. Dia menjadi raja Gowa ke-16 dan sebagai raja Makassar yang ke-3. Nama kecil Hasanuddin adalah I Mallombassi, setelah menginjak dewasa mempunyai gelar Daeng Mattawang.

Sebelum Hasanuddin naik tahta, dia pernah menjalankan tugas sebagai penghubung dengan kerajaan-kerajaan taklukkan Gowa, menjabat sebagai raja negeri Bonto Mangape, dan pernah juga duduk dalam dewan kerajaan sebagai karaeng yang mengurusi pendidikan anak-anak bangsawan.

Di bawah pemerintahan sultan Hasanuddin, kerajaan Makassar mencapai masa keemasannya. Kerajaan Makassar berhasil menguasai kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan, seperti Luwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Bahkan dia mempunyai cita-cita untuk menjadikan kerajaan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan bagian Timur. Untuk mewujudkannya sultan Hasanuddin menyerang dan menguasai daerah-daerah di Nusa Tenggara, seperti daerah Flores dan Sumbawa. Hasilnya, pelayaran dan perdagangan di kawasan sekitar Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara di bawah kendali kerajaan Makassar.

Kerajaan Makassar berkembang cepat menjadi negara Maritim. Dengan perahu-perahu layar berjenis Pinisi dan Lombo, suku Makassar ataupun Bugis merajai lautan di Indonesia, bahkan sampai di Sailan, Siam, dan Australia. Di Indonesia sendiri banyak terdapat perkampuangan kedua suku pelaut itu yang biasanya disebut kampung Bugis.(pur)

Pos terkait