Jolenan, Tradisi Bersyukur Warga Desa Kemetul Semarang

Tradisi Jolenan Desa Kemetul
Desa Kemetul, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, yang menjaga tradisi merti desa dengan menggelar atraksi budaya 'Jolenan' yang telah bertahan puluhan tahun.

MERCUSUAR.CO, Semarang – Setiap desa di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, memiliki tradisi ‘bersih desa’ atau merti desa dengan kekhasan dan keunikan masing-masing, yang merupakan potret kearifan lokal warga perdesaan yang masih lestari hingga era modern.

Salah satunya terdapat di Desa Kemetul, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, yang menjaga tradisi merti desa dengan menggelar atraksi budaya ‘Jolenan’ yang telah bertahan puluhan tahun.

Bacaan Lainnya

Kepala Desa Kemetul, Agus Sudibyo, menjelaskan bahwa tradisi merti desa di desanya dikenal sebagai ‘Jolenan’, berasal dari kata “ojo kelalen” yang berarti “jangan lupa”.

Dalam konteks spiritual, ‘Jolenan’ menjadi ungkapan rasa syukur warga Desa Kemetul kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkah, kesuburan tanah, hasil bumi melimpah, rejeki, kesehatan, kerukunan, dan ketenteraman yang diberikan.

Tradisi ‘Jolenan’ berlangsung selama dua hari, dimulai pada Jumat Kliwon setelah panen kretek atau panen musim kemarau, yakni antara Juli, Agustus, dan September.

Hari pertama meliputi acara mujahadah, selamatan, dan bermunajat bersama warga desa, dilanjutkan dengan pentas budaya reog oleh karang taruna Desa Kemetul.

Pada hari kedua, tradisi ini mencapai puncaknya dengan menampilkan gunungan (‘jolen’) dari hasil bumi, makanan khas, hingga hasil industri rumahan dalam berbagai kreasi. Setiap RT di desa ini turut menampilkan potensinya, yang kemudian ‘disedekahkan’ untuk warga.

Meski terkadang gunungan yang baru dikirab langsung diserbu dan diperebutkan oleh masyarakat, hal ini menjadi salah satu kemeriahan dari tradisi ‘Jolenan’.

Acara purna tradisi ini ditandai dengan pagelaran wayang kulit pada Sabtu ba’da Zuhur serta Sabtu malam hingga Ahad dini hari di balai desa setempat.

Pos terkait