Mercusuar.co, Purbalingga – Tradisi takbir dan tahmid berkeliling sudah kembali diperbolehkan, sebagaimana biasanya warga menyambut kehadiran malam idul Fitri, warga muslimin muslimat melaksanakan takbir keliling dengan berbagai cara, diantaranya pawai obor, pawai bedug, pawai rebana, hingga pawai kendaraan. Hal demikian sempat terhenti selama masa Covid-19 berlangsung, yakni sejak tahun 2020 – 2022.
Namun untuk perayaan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah, pemerintah menyatakan sudah kembali diperbolehkan umat muslim untuk mengadakan takbir keliling. Hanya saja yang diperbolehkan adalah takbir keliling jalan kaki di daerah (desa) masing-masing. Tidak diperkenankan melakukan takbir keliling menggunakan kendaraan bermotor, alasannya agar tidak membuat kemacetan di jalan raya yang sedang digunakan untuk arus mudik.
Keputusan tersebut berlaku untuk semua daerah, termasuk Kabupaten Purbalingga. Hal ini mengacu pada Surat Edaran Bupati Purbalingga Nomor 300/7211 tertanggal 18 April 2023.
“Sesuai instruksi dari Pemerintah Pusat, tidak dilarang untuk melaksanakan takbir keliling, tapi dihimbau untuk fokus di daerah. Jadi tidai sampai kota,” ungkap Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi saat berbincang dengan para wartawan di ruang Bupati pada acara jumpa pers jelang Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah, Selasa (18/4/2023).
“Kami melarang warga melaksanakan takbir keliling menggunakan mobil di jalan protokol/provinsi/kabupaten atau lintas desa/kecamatan. Takbir keliling diperbolehkan dengan berjalan kaki membawa obor dan dilaksanakan di desa dengan tertib aman dan kondusif.
Penetapan 1 Syawal Terjadi Perbedaan
Terkait akan adanya perbedaan penetapan jatuhnya Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah, Bupati Dyah Hayuning Pratiwi kembali menyampaikan, dengan adanya perbedaan tersebut pihaknya tidak akan mempersoalkan. Menurutnya, perbedaan adalah rakhmat, jadi tidak perlu dipermasalahkan.
“Perbedaan itu rahmat, jadi tidak perlu diperdebatkan,” katanya.
Diketahui, di Kabupaten Purbalingga akan terjadi peristiwa perayaan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah atau penetapan 1 Syawal yang berbeda oleh 3 kelompok masa. PP Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal jatuh pada Hari Jum’at (21/4/2023)
Untuk hal ini, Bupati tidak mempersoalkan adanya perbedaan tersebut, bahkan pihaknya juga mempersilakan warga untuk melaksanakan Salat Id di alun-alun,, dan bahkan Pemkab Purbalingga bersama jajaran kepolisian akan membantu memfasilitasi termasuk melakukan pengamanan.
“Ada kemungkinan perbedaan penetapan 1 Syawal atau Hari Raya Idufitri. Warga Muhammadiyah sudah menetapkan bahwa Idul Fitri jatuh pada hari Jum’at (19/4/2023). Kami persilakan mempergunakan alun-alun untuk Shalat id,” katanya.
Sementara itu, Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) sesuai dengan kalender Pemerintah menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Minggu (22/4/2023). Kemudian untuk umat Islam kelompok Aboge yang berpusat di masjid Sayid Kuning di Desa Onje, Kecamatan Mrebet menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Minggu (23/4/2023).
Pimpinan Jemaah Aboge Kabupaten Purbalingga, Kyai Maksudi dalam keterangannya menyampaikan bahwa berdasarkan hitungan Aboge yang mereka yakini, 1 syawal jatuh pada Minggu wage.
“Hitungan kami, 1 syawal jatuh hari pada Minggu Wage, atau 23 April 3023,” katanya.
Maksudi menjelaskan, dalam hitungannya, tahun 1444 Hijriyah atau tahun 2023 dalam kalender Jawa merupakan tahun H. Maka ketika dihitung bulan Ramadan tahun 1444 Hijriyah hitungannya Do nem ro atau Ramadan tahun enam hari ke dua.
“Rinciannya, perhitungan dalam satu windu terdiri dari tahun Alif, Ha, Jim Awal, Za, Dal Ba/Be, Wawu, dan Jim Akhir. Sedangkan dalam satu tahun terdiri dari 12 bulan, dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari menggunakan Pasaran Jawa,” jelasnya.(Angga)