Haji 2021 Batal, Menag Pastikan Dana Jemaah Aman

dana haji aman
Mercusuar/Humas Menag - BERI KETERANGAN : Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan keterangan resmi pembatalan ibadah haji di Auditorium HM Rasjidi Kemenag RI, kemarin.

MERCUSUAR.CO, Jakarta – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memastikan pemerintah tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia 1442 H/2021 M. Dia juga memastikan uang jemaah aman.

Yaqut menjelaskan, jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 M akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M. Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. ”Jadi uang jemaah aman.

Dana haji aman. Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoaks,” ungkapnya, Kamis (3/6).

Menag kemarin menjelaskan, pembatalan pemberangkatan haji dilakukan karena pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia, sehingga kesehatan dan keselamatan jiwa jemaah lebih utama dan harus dikedepankan. ”Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, pemerintah memutuskan tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji,” kata Menag, siang.

Yaqut telah mengeluarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M. Dijelaskannya, keputusan itu sudah melalui kajian mendalam dan telah melalui pembahasan dengan Komisi VIII DPR pada 2 Juni 2021.

Kemenag juga telah melakukan serangkaian kajian bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan lembaga terkait lainnya. ”Kami juga sudah menggelar pertemuan virtual dengan MUI dan ormas-ormas Islam untuk membahas kebijakan ini. Alhamdulillah, semua memahami bahwa dalam kondisi pandemi, keselamatan jiwa jemaah harus diutamakan.

Ormas Islam juga akan ikut mensosialisasikan kebijakan ini untuk kepentingan jemaah,” jelas Menag. Di sisi lain, pemerintah Arab Saudi, hingga kemarin atau bertepatan dengan 22 Syawwal 1442 H, belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M.

”Tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan nota kesepahaman memang belum dilakukan,” tegas Yaqut. Kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji.

Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi. Untuk layanan dalam negeri, seperti kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.

Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi, karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya. Dijelaskannya, andaikan Indonesia mendapat kuota 5% dari kuota normal, setidaknya membutuhkan waktu penyiapan tidak kurang dari 45 hari.

Pembatasan

Kebijakan pembatalan haji Indonesia, juga terkait penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan Arab Saudi karena situasi pandemi. Termasuk pembatasan dalam pelaksanaan ibadah. Berkaca pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, pembatasan itu antara lain larangan salat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam. Shaf saat mendirikan salat juga diatur berjarak.

Ada juga pembatasan untuk salat jamaah, baik di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. ”Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain. Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jemaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain,” papar Menag.

Ditegaskan pula pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota haji Indonesia, maupun kuota haji lainnya. Kemudian untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.

Anggota Komisi VIII DPR Maman Immanulhaq memahami kebijakan tersebut dan meminta pemerintah lebih fokus untuk pelaksanaan tahun 2022 dengan menguatkan kembali diplomasi haji.

”Hal itu supaya kuota kita bertambah. Kemungkinan tahun depan kalau tidak salah ada dua kali berangkat, karena tahun masehinya memang satu, tapi tahun hijriyahnya ada dua,” kata anggota Komisi VIII DPR Maman Immanulhaq di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (3/6).

Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Nasib Jamaah Haji Indonesia.’ Menurutnya, keputusan yang diambil berat, namun harus diambil. ”DPR beserta seluruh ormas-ormas dan tentu pemerintah akan melakukan sosialisasi.

Bahwa pembatalan ini, atau tidak jadinya kita pemberangkatan selama dua tahun berturut-turut, semata-mata hanya untuk keselamatan dari masyarakat jamaah juga,” ujarnya. Dikatakan, semua pihak harus memahami bahwa kebijakan otoritas Arab Saudi juga menjadi hal yang harus dihormati.

Karena, jangan sampai klaster Covid-19 muncul dari perayaan keagamaan, seperti yang terjadi di India. ”Kita juga tahu bahwa ada standar tinggi yang diterapkan oleh Arab Saudi. Sehingga, agak sulit bila jamaah kita berangkat dengan jumlah berapapun,” tandasnya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu mengaku memahami apa yang diputuskan oleh pemerintah. Menurutnya, diplomasi yang dilakukan sudah optimal. ”Presiden Joko Widodo juga sudah minta Menlu dan Menag melakukan segala upaya,” ungkapnya.

Selain Indonesia, calon jamaah haji dari Turki, Malaysia dan sebagainya juga tetap tidak bisa berangkat. Padahal, negara-negara tersebut paling konsen terhadap nilai keislaman, baik dari sisi kesejahteraan atau bisnis. ”Sampai hari ini, otoritas Arab Saudi belum juga memberikan keputusan soal Indonesia mendapatkan kuota atau tidak.

Kita terkendala, karena kita masuk negara yang tidak boleh masuk Arab Saudi,” jelasnya. Di tempat yang sama, pengamat haji Ade Marfuddin menyatakan, yang terjadi bukan gagal berangkat tetapi penundaan. Hal itu terjadi semata-mata adalah sayangnya pemerintah kepada calon jamaah haj.

”Hal itu harus kita yakini bahwa penundaan ini lebih kepada proses yang berjalan disana. Dimana aturan begitu ketat, sehingga semua negara terimbas karena pandemi,” ucapnya. Dia mengakui, adanya efek psikologis atas penundaan terhadap hampir 221 ribu calhaj.

Apalagi, mereka bukan hanya calhaj baru, melainkan yang pada 2020 lalu gagal berangkat. ”Persiapan sudah matang, bahkan tanpa dianjurkan pemerintah jemaah sudah suntik Meningitis dan suntik Vaksin Sinovac. Untungnya gratis, sehingga tidak menimbulkan masalah di lapangan,” tuturnya.

Calhaj yang sudah berharap berangkat, tiba-tiba mendapat kepastian keberangkatannya kembali tertunda. Pemerintah terlambat menyikapi keluarnya surat dari Arab Saudi, dimana hanya 11 negara yang diizinkan sementara Indonesia ditunda.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu mengaku memahami apa yang diputuskan oleh pemerintah. Menurutnya, diplomasi yang dilakukan sudah optimal. ”Presiden Joko Widodo juga sudah minta Menlu dan Menag melakukan segala upaya,” ungkapnya.

Selain Indonesia, calon jamaah haji dari Turki, Malaysia dan sebagainya juga tetap tidak bisa berangkat. Padahal, negara-negara tersebut paling konsen terhadap nilai keislaman, baik dari sisi kesejahteraan atau bisnis. ”Sampai hari ini, otoritas Arab Saudi belum juga memberikan keputusan soal Indonesia mendapatkan kuota atau tidak.

Kita terkendala, karena kita masuk negara yang tidak boleh masuk Arab Saudi,” jelasnya. Di tempat yang sama, pengamat haji Ade Marfuddin menyatakan, yang terjadi bukan gagal berangkat tetapi penundaan. Hal itu terjadi semata-mata adalah sayangnya pemerintah kepada calon jamaah haj.

”Hal itu harus kita yakini bahwa penundaan ini lebih kepada proses yang berjalan disana. Dimana aturan begitu ketat, sehingga semua negara terimbas karena pandemi,” ucapnya. Dia mengakui, adanya efek psikologis atas penundaan terhadap hampir 221 ribu calhaj.

Apalagi, mereka bukan hanya calhaj baru, melainkan yang pada 2020 lalu gagal berangkat. ”Persiapan sudah matang, bahkan tanpa dianjurkan pemerintah jemaah sudah suntik Meningitis dan suntik Vaksin Sinovac. Untungnya gratis, sehingga tidak menimbulkan masalah di lapangan,” tuturnya.

Calhaj yang sudah berharap berangkat, tiba-tiba mendapat kepastian keberangkatannya kembali tertunda. Pemerintah terlambat menyikapi keluarnya surat dari Arab Saudi, dimana hanya 11 negara yang diizinkan sementara Indonesia ditunda.

Pos terkait