GP Ansor Baledono Tanam Ratusan Bibit Kayu dan Lepas Ribuan Benih Ikan

gp ansor
Mercusuar/Dok -GP Ansor Baledono menebar benih ikan di Sungai Bogowonto, Minggu (30/5/2021).

MERCUSUAR.CO, Purworejo – Pimpinan Ranting GP Ansor Baledono mengadakan Gebyar Syawalan Ansor Baledono Purworejo yang pertama.

Kegiatan ini ditujukan untuk merajut silaturahim, menumbuhkan sikap gotong royong dan produktif masyarakat, khususnya generasi millenial serta yang paling utama adalah untuk ngaji sejarah Mbah Imam Poero.

Mengangkat tema ‘Meneladani Simbah Imam Poero: Merajut Silaturahim, Merawat Bumi Lestari’, rangkain kegiatan ini diharapkan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat luas tentang Mbah Imam Poero, ujar Gus Ja’far selaku ketua Ranting.

Dengan memenuhi protokol kesehatan acara dari Jumat hingga Minggu 28-30 Mei 2021 ini, meliputi beberapa kegiatan yaitu Muqoddaman dan Khataman Al Quran, Ziarah Maqbaroh Mbah Imam Poero.

Lalu penanaman ratusan bibit tanaman kayu di taman Geger Menjangan, pelepasan ribuan benih ikan di sungai Bogowonto dan ditutup dengan sarasehan.

Dr Ahmad Athoilah, MA., sejarawan UGM dan Penulis Buku Sejarah dan Perkembangan NU di Kulonprogo yang hadir sebagai narasumber utama menyebut dalam pengantar diskusinya dengan label ‘Bintang Purworejo Ini Zaman’ untuk menyinggung kiprah Mbah Imam Puro.

Pasalnya pada abad 19 Mbah Imam Puro memang sangat masyhur di Purworejo dan bahkan telah memiliki ribuan santri dari seantero Jawa untuk berguru Tarekat Syathariyah kepadanya di Ngemplak, Purworejo.

“Sebelum tahun 1885, dapat dipastikan Kiai Imam Poero telah kembali ke Jawa dan mulai mengajarkan Tarekat Syathariyah-nya yang terkenal di seantero Jawa. Dalam keterangan Michael Laffan berdasar Lor 7931,227 disebutkan bahwa Kiai Imam Pura memiliki metode pengajaran yang unik dan khas. Dengan itu, maka Kiai Imam Poero kemudian mendapat kunjungan ribuan santri untuk belajar tarekat,” terang Dr Athoilah.

“Kiai Imam Poero berhasil memainkan pola sosial budaya yang telah terbentuk selama hampir satu setengah abad di Bagelan, yang memiliki Islam model agraris pedalaman yang santri-priayi yang tidak lepas dari identitas pesantren dan tarekat,” tambah Dr Athoillah.

Masih menurut Dr Athoillah, setidaknya ada tiga hal yang bisa digaris bawahi dari kiprah perjuangan Mbah Imam Poero.

“Yang pertama, Mbah Imam Poero ini memahami kearifan lokal, singkatnya Mbah Imam Poero tahu apa yang dibutuhkan dan digemari masyarakat pada waktu itu. Kemudian yang kedua, Mbah Imam Poero memahami bahwa di daerah Bagelen ini priyayi-santri masih memiliki tempat yang tinggi. Artinya Mbah Imam Poero memahami geneologi di Purworejo,” terangnya.

Narasumber kedua, KH Ahmad Hamid AK, yang merupakan Ketua Bani Imam Poero menyampaikan bahwa beliau termasuk kyai yang kuat tirakat.

“Di keluarga kami, selalu disampaikan keturunannya simbah jangan sampai berbuat yang tercela. Ini untuk menekankan betapa dulu Mbah Imam Poero sudah memberikan kiprahnya yang luar biasa, ya jangan sampai keturunannya malah melakukan sesuatu yang mencederai kiprah itu,” terang Kyai Hamid AK

“Kalau ikut tirakatnya memang berat, salah satunya mbah yai Imam Poero itu mulai wirid sebelum Shubuh, dan nanti selesai atau keluar masjid itu setelah Dhuha. Hal seperti ini susah ditiru generasi hari ini. Dan satu hal lagi, beliau adalah orang yang sendiko dawuh sama gurunya, salah satunya ketika disuruh angon sampai 313 bebek oleh Mbah Rofingi Loning,” tambah beliau.

Huda selaku ketua panitia menegaskan bahwa agenda ini diharapkan mampu memancing antusias warga masyarakat agar tidak meninggalkan akan sejarah di Purworejo.

Dan ini sebagai pemantik, semoga setelah ini ada banyak wali dan ulama yang bisa diangkat, syukur dengan sinergi dengan pelbagai pihak dapat dilakukan penulisan sejarahnya secara serius.

“Mohon doa restu seluruh masyarakat khususnya para kiai, semogalancar dan membawa kemanfaatan,” tukas Huda.

Pos terkait