Ganjar Hadiri Acara HPN Jateng di Kendal

20220220001

Mercusuar.co, Kendal –  Gubernur Jawa Tengah H. Ganjar Pranowo menghadiri acara Hari Pers Nasional Tingkat Provinsi Jawa Tengah yang dipusatkan di Kabupaten Kendal, yang mana digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng, bertempat di Pendopo Tumenggung Bahurekso Kendal. Sabtu (19/2).

Turut menghadiri, Bupati Kendal Dico M Ganinduto melalui virtual karena sedang sakit, perwakilan Bupati/Walikota di Jateng, Ketua DPRD Kendal Muhammad Makmun S.H.I, OPD Kendal, Ketua PWI Pusat Atal Sembiring Depari, Ketua PWI Jawa Tengah Amir Machmud beserta jajarannya, dan Ketua PWI Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, serta para tamu undangan lainnya.

Gubernur Jawa Tengah yang akrab disapa Ganjar tersebut dalam sambutannya mengatakan, acara peringatan Hari Pers Nasional (HPN) Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2022 ini pasti bukan untuk menggugurkan kewajiban saja, tetapi kalau melihat kapasitas dan kerja teman-teman, menjadi ruang agar perjuangan jurnalistik tetap terus menyala, yaitu perjuangan sebagai salah satu tiang demokrasi sekaligus perjuangan sebagai salah satu penjaga kemanusiaan.

“Tugas kawan-kawan semakin hari saya lihat semakin berat, karena citizen journalism berada disebelahnya dan bersaing begitu dahsyat. Karena sebagai sumber informasi, teman-teman dituntut mengetahui segala sesuatu lebih mendalam lagi dan mesti disampaikan dengan benar. Mengingat, sekalinya ada miskomunikasi pastinya teman-teman menyampaikan informasi tersebut dengan tangkapan publik yang berbeda-beda, maka efeknya sangat besar,” ujar Ganjar.

Lebih lanjut, Ganjar menyampaikan, bahwa ia sepakat dengan judul lagu Nasidaria yaitu ‘Wartawan Ratu Dunia’. Maka, jika wartawan memuji, dunia ikut memuji, dan jika wartawan mencaci, dunia ikut membenci. Contoh kejadian sudah sangat banyak betapa besarnya pengaruh berita yang berikan kepada publik.

Menurut Ganjar, kejadian terbaru dan besar tentunya masyarakat mengetahui yaitu di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo. Hampir semua media menyorot ke sana, baik cetak, online, televisi maupun media sosial. Dari situlah seluruh mata dari penjuru Tanah Air bisa memandang kondisi Desa Wadas.

“Namun sampai sekarang, saya belum menemukan media yang mengungkap secara detail persoalan yang terjadi di Desa Wadas. Ya mungkin apakah saya kurang membaca atau karena itu kurang menarik dibandingkan dengan berita beberapa aktivis dan warga yang diamankan kemarin, atau seberapa keras secara visual yang kelihatan suasana yang tidak enak,” tutur Ganjar.

Ganjar menjelaskan, bahwa Desa Wadas ini jadi salah satu desa yang masuk dalam wilayah pengerjaan proyek strategis nasional Bendungan Bener. Beberapa desa lahannya difungsikan untuk tapak bendungan yang saat ini sudah dieksekusi dan dikerjakan, sementara Wadas sebagai suplay material yaitu batu andesit.

Tentu pengalih fungsian lahan itu disertai ganti untung kata pemerintah dan ganti rugi kata masyarakat. Bendungan Bener itu selain jadi penyuplai pengairan 13.589 ha lahan persawahan, juga diproyeksikan untuk pembangkit listrik berkapasitas 6 mega watt. Juga untuk memenuhi air baku dengan kapasitas 1.500 liter per detik dan mampu mengurangi potensi banjir sebesar 8,73 juta meter kubik yang mengalir biasanya di sungai Bogowonto.

“Jika melihat seluruh manfaat itu tentu kita rasa sepakat bahwa keberadaan bendungan ini itu sangat diperlukan. Bahkan bukan hanya oleh warga Kabupaten Purworejo saja, tapi juga beberapa kabupaten di sekitarnya seperti Wonosobo dan Kulonprogo. Tapi ternyata niatan baik saja tidak cukup. Jika ‘negoro mowo toto’, maka ‘desa mowo coro’. Maka, ketika negara mengeluarkan kebijakan yang mencakup desa, maka cara-cara yang dipakai untuk merealisasikan kebijakan tersebut harus memakai caranya orang desa,” terang Ganjar.

Dengan cara ini, kata Ganjar, harus mendengarkan apa yang ada di sana dan apa kebiasaan yang berjalan, karena jika tidak, justru akan melahirkan benturan di tingkat bawah dan sekarang terjadi di sana. Maka meski sudah direncanakan sejak 2013, sampai sekarang bendungan itu belum selesai.

“Jika saya lihat lebih jauh, sepertinya ada yang dilupakan oleh teman-teman tim teknis di lapangan. Maka, saya tegur ketika masuk desa harus ‘mowo coro’, mereka sadar bahwa seluruh proyek ini dilaksanakan di desa tapi mereka lupa memakai cara-cara orang desa, yang spirit rembugannya atau Musyawarah masih sangat tinggi,” ungkap Ganjar.

Lanjut Ganjar, “orang desa akan lebih merasa ‘diuwongke’ ketika diajak dan diikutkan dalam ruang-ruang diskusi, karena di desa itu semua bisa dirembug, asal ‘ono tembunge’, ketuk pintu, permisi atau kulo nuhun, sehingga dari ruang rembugan itu, pasti akan muncul siapa yang sepakat dan siapa yang tidak, itulah demokrasi desa yang kira hargai. Jika ternyata yang muncul adalah seperti itu, ya tidak apa-apa. Tidak semua harus mengeluarkan kata sepakat dalam satu kali pertemuan. Maka mestinya muncul ruang rembugan selanjutnya dan seterusnya hingga ada kesepakatan. Dan hal yang paling utama dalam rembugan itu adalah kejujuran. Bagaimana sih sebenarnya tentang proyek bendungan itu, apa sih manfaatnya, apa dampaknya, dan mencakup wilayah mana saja, dan informasi itu harus disampaikan secara rasional”.

Ganjar menambahkan, semua informasi itu harus disampaikan secara rasional dan benar. Karena jika ada satu saja ketidakjujuran dalam penyampaian informasi itu, masyaAllah, dampaknya sangat besar sekali. Misalnya saja soal luasan dan harga ganti untung lahan atau ganti rugi. Hal itu agar seluruh niatan dan cara baik itu bisa terealisasi, harus ada orang yang berani bertanggung jawab terhadap keterbukaan proyek tersebut, yang mana melakukan pengawalan terhadap keberlangsungan sampai tujuan itu dapat tercapai. Agar pembangunan itu berjalan lancar maka tahap-tahapannya dia mesti paham.

Jika ada teman-teman wartawan menanyakan progres atau persoalan, penanggungjawab itu bisa memberi penjelasan sedetail-detailnya. Dan dialah yang punya tanggung jawab moral terhadap Presiden dan terhadap masyarakat. Tapi, mau dibilang apapun, pembangunan bendungan Bener terlanjut menimbulkan riak di Desa Wadas. Karena masih ada warga yang belum sepakat kalau desa mereka dijadikan sebagai lokasi penyuplai material bendungan.

“Saya pun memutuskan untuk turun tangan langsung. Saya merasa gregel saat ini merasakan ruang ini hampa dalam kepemimpinan. Saat ke sana dan ketemu saudara-saudara yang pro maupun kontra, saya merasakan saudara-saudaraku di Desa Wadas ini masih bisa diajak rerembugan. Dan di sana saya ketemu dengan audien terbanyak yang hadir. Terbukti saya di sana disambut dengan sangat baik dan terjadi diskusi dengan canda tawa walaupun juga ada tangis kelompok kontra bahkan diberi oleh-oleh hasil kebun mereka,” ungkap Ganjar.

Ganjar juga menerangkan, bahwa begitulah suasana desa, sing penting ono omonge lan ono rembuge, tidak ujug-ujug, tidak mak bedunduk, atau tiba-tiba. “Siapapun pasti pengin ‘diuwongke’ ketika ada orang lain masuk ke wilayahnya, sehingga tinggal pandai-pandainya saja untuk nguwongke uwong, memanusiakan manusia. Sebagaimana amanah berat tugas yang teman-teman wartawan jalankan selama ini di dunia jurnalistik. Selamat ulang tahun,”pungkasnya.(dj)

Pos terkait