Desa Penglipuran Jaga Keaslian dan Warisan Leluhur di Tengah Isu Pariwisata Bali

Kegiatan warga lokal Desa Penglipuran
Kegiatan warga lokal Desa Penglipuran

MERCUSUAR.CO, Bali – Dalam upaya menjaga keaslian dan kelestarian Desa Penglipuran, warga lokal (warlok) di desa ini mematuhi larangan ketat untuk tidak menjual tanah kepada pihak luar. Larangan tersebut telah menjadi warisan leluhur yang dijaga ketat hingga kini. Isu ini muncul di tengah kegaduhan terkait pariwisata Bali yang disebut tidak baik-baik saja, terutama setelah pendiri Wanda House of Jewels, Wanda Ponika, menyebut Bali dijajah turis asing yang memulai bisnis dan bekerja dengan visa turis.

Menanggapi isu ini, Ketua Pengelola Desa Penglipuran, Wayan Sumiarsa, menyampaikan keprihatinannya. “Saya sangat menyayangkan hal ini terjadi di Pulau Dewata,” ujar Sumiarsa. Ia menegaskan bahwa Desa Penglipuran, salah satu desa wisata primadona di Bali, tidak hanya mempertahankan kekayaan tradisi dan budaya, tetapi juga melarang warganya menjual tanah kepada pihak luar.

Bacaan Lainnya

“Di Penglipuran, kami diwariskan aturan bahwa tidak diperbolehkan warga Penglipuran menjual tanah kepada pihak luar. Hingga kini, kami tetap konsisten menjaga aturan tersebut. Nilai yang terkandung dalam aturan ini sangat bermanfaat bagi generasi muda kita,” jelas Sumiarsa.

Desa Penglipuran telah konsisten menerapkan Community Based Tourism (CBT) yang memberdayakan seluruh warga desa untuk terlibat dalam pariwisata. Investasi dan tenaga kerja yang digunakan dalam sektor pariwisata di desa ini sepenuhnya berasal dari warga lokal dan sekitarnya, berkat adat istiadat yang kental.

“Kita konsisten menerapkan Community Based Tourism, sehingga yang berinvestasi dan bekerja dalam dunia pariwisata adalah warga lokal kami. Hal ini lebih memberdayakan warga Penglipuran,” tambah Sumiarsa.

Menurutnya, penerapan CBT bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan langsung warga lokal dalam pariwisata serta menjaga tradisi budaya yang ada di Desa Penglipuran. Dengan demikian, warga lokal tidak hanya menjadi penonton di daerahnya sendiri tetapi juga aktif terlibat dan merasakan dampak langsung dari pariwisata.

“Kami konsisten dalam CBT agar warga lokal tidak jadi penonton. Warga juga akan terlibat langsung dan mendapatkan dampak langsung dari pariwisata. Sehingga warga lokal akan semakin antusias untuk menjaga tradisi dan budaya yang kita miliki,” jelas Sumiarsa.

Sosialisasi kepada warga dan generasi muda untuk menjaga kualitas dan warisan budaya terus dilakukan. Sumiarsa menekankan pentingnya melestarikan ‘taksu’ Bali, daya tarik spiritual dan budaya yang menjadi magnet bagi wisatawan.

“Sebagai warga Bali, kita wajib menjaga ‘taksu’ Bali yang hingga kini menjadi magnet wisatawan. Kekayaan tradisi dan budaya Bali harus dilestarikan sehingga pariwisata bisa berkelanjutan,” pungkasnya.

Dengan kebijakan yang diterapkan, Desa Penglipuran menjadi contoh bagaimana komunitas lokal dapat mempertahankan identitas budaya mereka di tengah gempuran globalisasi dan pariwisata massal, menjadikannya tempat yang tetap autentik dan mempesona bagi wisatawan yang mencari pengalaman budaya yang sejati.

Pos terkait