Mercusuar.co, Purbalingga – Legenda Kaligenteng, seorang pemuda yang menginginkan pusaka keris Brongos Setan Kober sebagai piandel ketika hendak mewarisi tahta Kadipaten Purbalingga, namun tidak berhasil memiliki pusaka keris tersebut. Bahkan Kaligenteng berubah wujud menjadi naga yang harus bertapa 40 tahun lamanya agar bisa kembali berwujud manusia.
Cerita ini dikemas dalam pementasan wayang kulit kontemporer hasil besutan kolaborasi dahsyat antara musik director Lintang dari Umah Wayang bersama dalang muda Dhipa Ranu Amerta sebagai penyaji lakon.
Gubahan spektakuler ini menjadikan pagelaran wayang Gawang Naga Tapa berbeda dari yang sudah berbeda. Wayang Gawang Naga Tapa dipentaskan pada ajang Symphony Batik Purbalingga 2025 di alun-alun Purbalingga, Sabtu (25/10/2025).
Dalam pagelaran, Lintang mampu menghadirkan harmoni pentatonik yang kental, membalut suara suara sinden yang termodifikasi akibat sentuhan musik diatonik ini mampu menggerus rasa, hingga masuk pada nalar pemetaan. Bahwa ini pementasan mahal. Baru pernah terjadi di Purbalingga.
Pagelaran ini merilis lakon Naga Tapa, sebuah legenda babad Sukaraja dan Purbalingga. Di mana diceritakan, Raden Kaligenteng mendapat amanat untuk mewarisi tahta ayahnya, Raden Kerta Bangsa yang menjadi Adipati Purbalingga. Namun ada persyaratan, Raden Kaligenteng harus memiliki pusaka berupa keris yang bernama Brongos Setan Kober yang menurut keterangan ayahnya, keris Brongos Setan Kober berad di rumah kakeknya, begawan Ki Reksonoto.
Berangkatlah Kaligenteng menuju rumah Begawan Reksonoto untuk meminta pusaka tersebut. Namun usaha Kaligenteng gagal, karena keris Brongos Setan Kober sudah diberikan kepada anak tertuanya, Raden Jebug Kusuma, Adipati Sukaraja.
Kaligenteng marah, berusaha membunuh begawan Reksonoto. Merasa terancam keselamatannya, begawan Reksonoto lari meninggalkan padepokan Kendang Bolong, tempat pertapaan yang berada di wilayah Kadipaten Purbalingga. Ia lari menuju Kadipaten Sukaraja, meminta perlindungan kepada Raden Jebug Kusuma.
Kaligenteng memburu begawan Reksonoto hingga masuk ke pendopo Kadipaten Sukaraja, hingga terjadi keributan antara Kaligondang dengan Adipati Jebug Kusuma dan Begawean Reksonoto.
Keributan tersebut disaksikan oleh Raden Mas Kuncung, anak Adipati Jebug Kusuma baru pulang dari menuntut ilmu di Cirebon. Melalui keterangan dari Adipati Jebug Kusuma, bahwa Kaligondang akan membunuh Begawan Reksonoto karena tidak bisa menyerahkan keris Brongos Setan Kober kepada Kaligondang, Raden Mas Kuncung cancut taliwanda, menyeret Kaligenteng keluar pendopo untuk beradu kesaktian..
Dalam perkelahian duel satu lawan satu. Kaligenteng terpojok dan melarikan diri. Karena jalan yang dilewati terhalang sungai, maka Kaligondang menceburkan diri ke sungai. Raden Mas Kuncung pun akhirnya menyusul turun ke sungai untuk mengejar Kaligenteng.
Pada saat berada di dalam air, tiba- tiba Raden Mas Kuncung memegang kepala seekor ikan besar yang halus dan licin, seperti pelus. Rupanya Kaligenteng yang terjun ke sungai mampu mengubah dirinya menjadi pelus. Oleh sebab itu, Raden Mas Kuncung memberi nama sungai tersebut Kali Pelus.
Dengan adanya kejadian tersebut, maka muncul pula mitos yang menyatakan bahwa jika ada orang Purbalingga yang mandi di sungai Pelus, maka orang tersebut akan celaka. Mitos tersebut juga dipercaya oleh warga Sokaraja hingga sekarang.
Pada pentas wayang Gawang Naga Tapa, dalang Dipa Ranu Amerta tidak menciptakan secara detail peristiwa berikutnya yang terjadi pada Kaligenteng dan Raden Mas Kuncung. Dengan waktu 30 menit crita yang divisualisasikan secara digital pada layar lebar tersebut masuk pada babak ahir cerita.
Diceritakan, Kaligenteng yang berhasil lolos dan kembali ke Kadipaten Purbalingga, kemudian melaporkan semua kejadian kepada ayahnya, Adipati Kerta Bangsa. Kemudian waktu berlalu, namun keinginan Raden Mas Kuncung memburu Kaligenteng belum selesai.
Pada kesempatan lain, Kaliigenteng mendapat tugas dari Adipati Kerta Bangsa untuk meresmikan sebuah pasar baru di daerah Watu Kumpul (wilayah kabupaten Pemalang). Dalam peresmian pasar tersebut digelar wayang kulit dengan mengundang dalam Mocokondo.
Singkat cerita, pada kesempatan ini, Raden Mas Kuncung menemui dalang Mercokondo untuk meminta menggantikan dirinya menjadi dalang pada peresmian pasar tersebut.
Raden Mas Kuncung dalam pementasan bercerita tentang babad Sukaraja dan Purbalingga sebagaimana kejadian setelahnya, yakni Kaligenteng ingin merebut pusaka keris Brongos Setan Kober. Sepontan, Kaligenteng tersinggung dan langsung beranjak menendang Ki dhalang Mercokondo yang sesungguhnya Raden Mas Kuncung.
Maka terjadilah kembali perkelahian antara anak Adipati Kerta Bangsa melawan anak Adipati Jebug Kusuma. Pada perkelahian tersebut Raden Mas Kuncung berhasil menusukan pusaka keris Brongos Setan Kober ke perutnya.
Diluar dugaan, Kaligenteng tidaklah mati, namun berubah wujud menjadi naga dan berlari pulang menghadap Adipati Kerta Bangsa. Oleh Adipati Kerta Bangsa, Kaligenteng disuruh bertapa selam 40 tahun jika ingin kembali menjadi manusia.(Angga)





