Wartawan Mengaji Ala Pesantren, Gus Fajrul : Wartawan Harus Memiliki Sifat Sidiq, Amanah, Tabligh, Fathanah

IMG 20250208 WA0020

PURBALINGGA Mercusuar.co – Wartawan adalah provesi yang mulia, karena dengan pekerjaannya menyampaikan informasi kepada khalayak akan sangat memberikan manfaat bagi orang lain. Maka wartawan harus berpedoman pada sifat Nabi Muhammad SAW, yakni sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tablegh (menyampaikan kebenaran) dan fathanah (cerdas).

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Lembaga Da’wah Nahdlatul Ulama (LDNU) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Purbalingga, Mohammad Fajrullah (Gus Fajrul) saat memberikan materi pada acara Ngaji Ala Pesantren Bersama Wartawan di balai wartawan Purbalingga, Jumat (7/2/2025).

Gus Fajrul membidik profesi jurnalistik dalam kajian fiqih. Pandangan fiqh mengenai profesi wartawan dengan kebebasan haknya untuk menggali informasi dan menyampaikan kebenaran informasi tersebut adalah legal dengan beberapa ketentuan, diantaranya :

Obyek liputan : Berita yang hendak disajikan seorang wartawan harus tidak mengandung unsur kebohongan (al-kidzb), gunjingan (ghibah), adu domba (namimah) ataupun pornografi.

Lokasi : Lokasi liputan harus bukan arena kemaksiatan atau medan berbahaya yang sekiranya ketika seorang jurnalis melakukan peliputan di area tersebut meliput tidak akan mampu menghilangkan kemaksiatan yang ada atau ia tidak yakin selamat di medan berbahaya seperti medan perang dan anarkisme.

Mekanisme liputan : Liputan harus dengan cara-cara yang tidak dilarang agama, seperti dengan praktek tajassus ataupun suap.

“Dalam hal ini seorang wartawan dituntut untuk lebih mengedepankan sifat sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tablegh (menyampaikan kebenaran), dan fathonah (cerdas),” paparnya.

Senada dengan Gus Fajrul, mukhtasar MWCNU Kecamatan Kertanegara, Abdulhamid menadaskan adanya sifat Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diuraikan Gus Fajrul sebagai definisi akhlaq yang harus berlandaskan pada empat sifat Nabi tersebut, yakni shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah.

“Seorang jurnalis harus cerdas. Karena untuk menempatkan kebenaran berita, wartawan tentunya harus cerdas,” ujarnya.

Sementara menurut Gus Ismun, nara sumber berikutnya memaparkan tentang sejarah jurnalisne dalam pandangan Islam. Menurutnya, fungsi penyampai risalah atau berita sudah lebih dulu dilakukan oleh para perowi hadits, sepertihalnya Imam Bukhari Muslim.

“Dalam hadits Nabi yang disampaikan kepada umat Islam harus ada periwayatnya atau perowinya,” papar Gus Ismun.

Dalam kaitannya dengan derajat hadist, Ismun menjelaskan, dalam kesepakatan ulama, hadis adalah setiap hal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, yakni ucapan, perbuatan, juga sifat serta ketetapannya. Maka hadis tidak terlepas dari adanya sanad, matan dan rawi.

Sanad adalah silsilah perawi hadis (rawi) yakni orang yang meriwayatkan suatu hadis. Dalam ilmu kajian hadis, masing-masing perawi memiliki status yang menjadi aspek penting dalam menentukan jenis atau macam hadis. Status rawi jugalah yang melatarbelakangi suatu hadis bisa diterima atau tidak.

“Jadi sejak dulu sudah ada jurnalis, mereka disebut rawi, yakni orang yang menyampaikan hadis. Dlam hal ini dibutuhkan kecerdasan intuk menghafal hadis, agar hadis tersebut bisa disebut sebagai hadis sahih, berita yang benar,” jelasnya.

Diketahui, Ngaji ala pesantren bersama wartawan merupakan rangkaian kegiatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) kabupaten Purbalingga dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional ke-79.

Sebelumnya, seluruh pengurus dan anggota PWI Kabupaten Purbalingga melakukan ziarah makam sesepuh PWI Kabupaten Purbalingga, yakni makam almarhum Wahyono dan Triatmo, Jumat (7/2/2025) pagi. Kemudian dilanjutkan dengan makan siang bersama anak yatim dipanti asuhan Nurul Istiqomah, Desa Babakan, Kecamatan Kalimanah, Jumat (7/2/2025) sore. (angga)

Pos terkait