MERCUSUAR.CO – Menurut sistem penanggalan versi Sultan Agung, tanggal 1 Suro dan 1 Muharam, tahun ini selisih 1 hari.
Orang Jawa, yang tirakatan tadi malam (18 Juli 2023), mungkin pakai kalender Jawa yang ditempel di penanggalan nasional, yang “main aman” dan tidak menghitung secara tepat.
Mengapa bisa ada selisih 1 hari? Terus yang mengikuti 1 Muharram dan 1 Suro bersamaan itu dasarnya apa?
Saya memakai sistem Sultan Agung, karena lebih tepat. Saya bukan pengikut pendapat ” 1 Suro sama dengan 1 Muharam”. Saya tidak mengikuti “jalan damai” yang menganggap “semua hari itu baik”, “semua hari itu sama saja”, jika di belakang pendapat itu terdapat kemalasan untuk mencari historisitas di balik penanggalan.
Kita tentu ingat, pendapat sebagian orang, yang merayakan Idul Fitri 1444H lebih dahulu. Berdasarkan perhitungan dan pendirian “kalender nasional” yang lebaran duluan itu, seharusnya 1 Muharam 1444 jatuh 18 Juli 2023. Bagaimana bisa? Ini dagelan tingkat nasional. : )
TLDR;
Tahun ini, Surå dan Muharam selish sĕhari duluwan kalender Hijrah.
1 Muharam, Rabu,
1 Surå, Kamis.
ḍan 1 Surå Jawa bodoᶇ abogé Jumat. abogé: alif rebo wage.
Coba lihat kalender ini. Bulan Besar (Jawa) ada 30 hari. Kalender ini versi Sultan Agung. Kalender ini, tahun éhé bukan tahun wuntu.
Perubahan ini terjadi pada tahun 1675. Sultan Agung menetapkan tahun wuntu ḍiubah dal, jé, jimakir. Jadi, versi asli penanggalan Sultan Agung, tahun wuntu itu éhé, dal, jimakir.
Jika tahun éhé sepertti sekaraᶇ akan berbedaantara yaᶇ mĕṅanut kalender jawa asli dan gubahan.
Mengapa ada kalender Jawa versi gubahan? Versi gubahan ini menyamakan 1 Suro dengan 1 Muharam, alias Jawa Nasional. Supaya grĕbĕg Nabi di tahun dal di kurup kamsiyah tetap jatuh di hari senen legi, padahal seharusnya sudah bergeser di hari Rebokliwon.
Yang Tidak Masuk Akal Kalau 1 Muharam 1444 Jatuh di 18 Juli 2023
Singkatnya, ini terjadi kalau sebagian orang percaya 1 Sawwal 144H sehari lebih dulu: seharusnya Hari Raya Qurban juga sehari lebih dulu. Terus bagaimana bisa 1 Muharam 1445 jatuh di 19 Juli 2023? Mana ada bulan ngasih bonus 1 hari?
Tahun kabisat di Jawa bukan dihitung dengan kelipatan 4. Perhitungannya begini: Kalender Jawa memiliki 3 tahun kabisat setiap 1 windu sedangkan kalender Hijriyah memiliki 11 tahun kabisat setiap 30 tahun sehingga dalam kurun 120 tahun (15 windu) jumlah tahun Jawa kabisat ada 45 sedangkan tahun hijriyah ada 44 sehingga ada 1 hari setiap 120 tahun yang harus dibuang. Siklus 120 tahun ini disebut kurup.
Susuhunan Pakubuwana V dari Kasunanan Surakarta memutuskan untuk mengakhiri Kurup Kamis Kliwon pada tahun 1748J, meskipun baru berjalan 9 windu karena para ahli menyadari penanggalan Jawa masih tertinggal 1 hari dibandingkan kalender hijriyah sehingga tahun Ehe 1748 yang seharusnya kabisat (355 hari) dibuat hanya 354 hari.
Sebagian ahli menyatakan langkah tersebut terlambat dilakukan karena akan lebih tepat jika pergantian kurup seharusnya dilakukan pada 2 tahun sebelumnya yaitu tahun Alip 1747. Konsekuensi dari keterlambatan ini maka umur kurup Arbaiyah Wage hanya 118 tahun.
Kasultanan Yogyakarta tidak membuat keputusan serupa sehingga penanggalan di kedua wilayah terjadi selisih selama beberapa tahun dan baru mengikuti Surakarta pada Jimakir 1794J/1865M atas perintah Sultan Hamengkubuwana VI dan menyepakati, kurup tersebut akan berakhir pada tahun Jimakir 1866.
Jadi kalau kamu baca primbon, yang katanya ditulis sebelum tahun itu, perhatikan selalu tahun yang tersebut di atas.
Pengaruh Kurup dalam Peribadahan
Meskipun kedua kerajaan telah sepakat kurup Aboge berakhir pada tahun Jimakir 1866 dan berganti menjadu kurup Asapon, sebagian masyarakat yang jauh dari kraton tetap menggunakan kalender berdasarkan kurup Alip Rabu Wage (Aboge) sehingga dalam penentuan tanggal 1 Pasa (Ramadan) dan 1 Sawal (Syawal) sehingga mereka memulai puasa dan Idul Fitri terlambat sehari dibanding masyarakat pada umumnya. Hal ini terjadi pada beberapa komunitas kecil di Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan Probolinggo[8] yang menyebut dirinya Islam Aboge. Kurangnya kesadaran terhadap perubahan kurup Aboge menjadi Asapon pada tahun Alif 1867J/1936M diduga disebabkan oleh memudarnya pengaruh kraton pada masyarakat Jawa yang jauh dari lingkungan kraton pada masa itu.
Kalau ada 1 śawwal berbeda, itu yang error penanggalannya. Yang sehari lebih cepat untuk Idul Fitri, terjadi kontradiksi: ketika kita lihat tahun depan 1446H seharusnya selisih sehari di penanggalan mereka sendiri. Kalau kemudian mereka (yang lebaran duluan) bisa bareng (Idul Fitri) di hari yang sama, kalendernya jelas error.
Actionable:
Kalau mau penanggalan Jawa versi Sultan Agung yang original, gunakan bot pawukondi Telegram.
Aksara Jawa bot
@AksaraJava_Bot
atau klik link ini dan buka dengan Telegram:
https://t.me/AksaraJava_Bot
Tidak ada pawukon selengkap itu. Sudah berdasarkan penanggalan Sultan Agung yang Jawa asli. (dm)