MERCUSUAR.CO, Jakarta, 11 Juni 2024 – Kebijakan pemerintah yang mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola pertambangan menuai berbagai tanggapan. Beberapa ormas menerima dengan antusias, sementara lainnya bersikap lebih hati-hati. Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi, menyatakan keyakinannya bahwa ormas keagamaan akan lebih ramah lingkungan dalam mengelola tambang.
“Prinsip ormas Islam merujuk kepada Al-Quran untuk tidak gegabah dalam bertindak. Saya yakin jika ormas yang mengelola pertambangan, insyaallah akan lebih ramah lingkungan,” ujar Ashabul Kahfi kepada wartawan, Senin (10/6/2024).
Ashabul Kahfi juga menambahkan bahwa ormas-ormas keagamaan di Indonesia, terutama Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, memiliki rekam jejak yang baik dalam menjaga lingkungan. “Dua ormas besar ini memiliki tokoh-tokoh yang ikut mendirikan bangsa ini. Tidak mungkin mereka mengelola sumber daya alam secara serampangan,” katanya. Ia juga menyarankan agar kedua ormas tersebut melakukan studi kelayakan dan membentuk badan usaha khusus di bidang pertambangan.
PP Nomor 25 Tahun 2024: Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan
Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengatur pemberian izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada badan usaha milik ormas keagamaan. Peraturan ini merupakan perubahan dari PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dan berlaku efektif sejak diundangkan pada 30 Mei 2024.
PBNU Ajukan Izin Kelola Tambang
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), menyambut baik kebijakan ini dan mengungkapkan bahwa PBNU telah mengajukan izin untuk mengelola tambang kepada pemerintah. “Ketika pemerintah memberi peluang ini, kami melihatnya sebagai peluang yang perlu segera diambil. Kami memang butuh untuk mengelola tambang ini,” ujar Gus Yahya dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Kamis (6/6).
Gus Yahya juga memastikan bahwa PBNU memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk mengelola tambang. “Bendahara Umum kami adalah pengusaha tambang dan memiliki jaringan bisnis yang luas di komunitas pertambangan. Jadi, kami yakin bisa membangun kapasitas usaha pertambangan,” jelasnya. Ia juga menegaskan bahwa PBNU akan memperhatikan masalah lingkungan dalam mengelola tambang, sesuai dengan tanggung jawab moral mereka.
Muhammadiyah Bersikap Hati-Hati
Sementara itu, Muhammadiyah mengungkapkan sikap yang lebih hati-hati. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa perizinan adalah wewenang pemerintah dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. “Sampai sekarang, belum ada pembicaraan pemerintah dengan Muhammadiyah terkait pengelolaan tambang,” kata Abdul Mu’ti, Minggu (2/6).
Jika ada penawaran resmi dari pemerintah, Muhammadiyah akan membahasnya dengan seksama. “Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan akan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara,” tambahnya.