Mercusuar, Wonosobo– Sudah bukan hal aneh lagi ketika kita pergi ke sebuah coffee shop atau kafe, lalu mendengar barista atau pramusaji menawarkan untuk mengganti susu di latte kita dengan susu almond. Bersama susu kedelai dan oat, susu almond sudah menjadi opsi yang hampir selalu bisa ditemukan di tempat-tempat seperti itu. Dan biasanya, untuk mendapat latte susu almond, ada biaya ekstra yang mesti kita bayarkan.
Bagi kaum urban Indonesia saat ini, susu almond identik dengan kelas sosial tertentu. Dibuat dari hasil tanaman, rendah kalori, dan bebas laktosa, susu ini adalah minumannya para influencer kesehatan dan kelas menengah atas yang begitu memperhatikan diet.
Namun, jauh sebelum itu, susu almond telah mengalami perjalanan panjang dalam sejarah. Di sini kita tidak berbicara soal dasawarsa, melainkan sejarah berabad-abad.
Menurut Kitab al-Tabikh, susu almond pertama kali dikonsumsi pada abad ke-10 di Baghdad yang sekarang menjadi ibu kota Irak. Sejak itu, susu almond berkembang luas ke berbagai wilayah sekitar, bahkan hingga ke Mediterania. Minuman ini pun begitu populer di kalangan orang Islam, Kristen, maupun Yahudi.
Seperti pada masa modern, susu almond ketika itu juga merupakan alternatif pengganti susu dari hewan, baik sapi, kambing, maupun unta. Akan tetapi, alasan mengapa susu almond menjadi alternatif susu hewani berbeda dengan saat ini. Jika sekarang susu almond adalah opsi untuk hidup lebih sehat, pada awal perkembangannya ia adalah salah satu cara untuk bertahan hidup.