MERCUSUAR.CO, Wonosobo – Di tengah modernisasi dan perubahan budaya yang pesat, desa-desa di Indonesia tetap menjaga tradisi dan nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur. Salah satu tradisi yang masih kuat dipegang oleh para petani di desa adalah standar calon menantu yang dikenal dengan istilah “3M”. Menantu yang ideal harus memenuhi kriteria 3M: mondok (lulusan pesantren), macul (mampu bertani), dan mikul (membawa beban di pundak).
Mondok: Lulusan Pesantren
Mondok atau menjadi lulusan pesantren adalah syarat pertama yang harus dipenuhi oleh calon menantu. Pendidikan agama yang kuat dianggap penting oleh masyarakat desa. Lulusan pesantren diharapkan memiliki akhlak yang baik, pemahaman agama yang mendalam, dan kemampuan untuk menjadi pemimpin spiritual dalam keluarga. Menurut Haqi Al-Anshori, budayawan Wonosobo, pendidikan pesantren memastikan bahwa menantu tersebut memiliki dasar moral dan etika yang kuat, sehingga dapat mendidik anak-anak mereka menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan solehah.
Macul: Mampu Bertani
Syarat kedua adalah macul atau kemampuan bertani. Sebagai calon menantu petani, kemampuan bertani menjadi sangat penting. Pertanian merupakan tulang punggung ekonomi desa, dan seorang menantu yang tidak mampu bertani dianggap tidak siap menghadapi kehidupan desa. Dengan memiliki kemampuan bertani, menantu tersebut diharapkan dapat membantu dan berkontribusi dalam menjaga dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga. Bertani bukan hanya soal keterampilan fisik, tetapi juga pemahaman tentang siklus pertanian, pengelolaan lahan, dan cara menghadapi tantangan pertanian.
Mikul: Membawa Beban di Pundak
Syarat ketiga adalah mikul, yang berarti kemampuan membawa beban di pundak. Secara simbolis, mikul mencerminkan kemampuan menanggung beban dan tanggung jawab keluarga. Dalam kehidupan desa, pekerjaan fisik sering kali menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari. Menantu yang kuat secara fisik dianggap mampu membantu keluarga dalam berbagai pekerjaan berat, seperti memanen hasil pertanian atau membawa hasil bumi ke pasar.
Kontras dengan Standar Perkotaan
Standar 3M ini tentu sangat berbeda dengan standar yang diterapkan oleh masyarakat perkotaan. Di kota, kriteria calon menantu sering kali lebih berfokus pada pendidikan formal, karier, dan status sosial ekonomi. Namun, bagi masyarakat desa, standar 3M ini dianggap lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
Menurut Haqi Al-Anshori, standar 3M ini merupakan standar umum yang diterapkan oleh orang tua gadis desa untuk memastikan bahwa anak gadis mereka bisa menjadi istri yang solehah dan secara ekonomi tercukupi. Dengan menantu yang memiliki pendidikan agama, keterampilan bertani, dan kemampuan fisik yang kuat, keluarga di desa yakin bahwa mereka dapat menghadapi berbagai tantangan hidup dan menjaga kesejahteraan keluarga.
Kesimpulan
Tradisi dan nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat desa. Standar calon menantu dengan kriteria 3M adalah salah satu contoh bagaimana masyarakat desa menjaga tradisi sambil memastikan kesejahteraan keluarga. Di tengah arus modernisasi, tradisi ini tetap relevan dan menjadi pegangan bagi para petani desa dalam memilih menantu yang ideal.