Sosok Ibu Inspiratif, Jadi Buruh Gendong Perempuan Satu-satunya di Pasar Baledono

22libu pwr fid

MERCUSUAR.CO, Purworejo – Para ibu di seluruh penjuru Nusantara pastinya kebanjiran ucapan dari anak-anaknya pada momen Hari Ibu. Karena perjuangan seorang ibu sudah barang pasti akan sangat berkesan dan terngiang dalam benak anaknya. Jasa ibu kepada anak tidak akan pernah bisa dibalas dengan tuntas dan tidak akan pernah lunas meski dibayar dengan apapun. Apalagi perjuangan seorang ibu yang juga harus merangkap peran sebagai laki-laki untuk mencari nafkah, tentunya perjuangan seorang ibu itu akan semakin berat. Saat ini juga masih banyak para ibu yang bekerja dan berjuang demi kelangsungan hidup anaknya. Mereka rela banting tulang bahkan menjadi tulang punggung dalam keluarga. Kerja keras seorang ibu tersebut tercermin dalam diri seorang buruh gendong perempuan Sulastri (55) di Pasar Baledono yang terletak di Kecamatan Purworejo. Sulastri terlihat merasa senang saat mendapat tali asih dari Jurnalis Perempuan (JuPe) Purworejo di Hari Ibu, Rabu (22/12).

Di hari ibu kali ini, JuPe Kabupaten Purworejo memberikan apresiasi kepada Sulastri yang sudah lebih dari 25 tahun menjalani profesi yang jarang dipilih oleh seorang perempuan lain yakni sebagai buruh gendong. Apresiasi berupa bingkisan dan uang diberikan untuk meringankan bebannya. Terlebih di masa pandemi Covid-19 yang semakin menyulitkan kondisi perekonomian masyarakat.

Sulastri yang beralamat di Kampung Brengkelan Rt 06 Rw 02 Kecamatan Purworejo, sehari-harinya bekerja di pasar Baledono dari pukul 06.00 sampai pukul 14.00. Dirinya setiap hari ikhlas dan selalu bersabar menunggu orang untuk memakai jasanya. Dari pengakuan Sulastri jam-jam ramai orang memakai jasanya antara pukul 06.00 hingga 08.00.

Upah yang tak seberapa selalu ia terima dengan lapang dada dan tak pernah mengeluh. Segala rintangan hidup tidak pernah menyurutkan semangatnya untuk tetap mengais rejeki sebagai buruh gendong.

“Saya tidak pernah memasang tarif, seiklasnya orang memberi upah. Ada yang memberi Rp 3.000, ada Rp 5.000 atau berapa saja asal ikhlas, saya terima,” ujar ibu yang telah memiliki 4 orang anak itu.

Menurut Bu Tri Gendong, begitu biasa orang memanggil, sehari-harinya penghasilannya tidak menentu, terkadang Rp 5.000, Rp 10.000 atau Rp 20.000. “Seberapapun penghasilan yang saya terima, harus disyukuri. “Terkadang saya mendapat rejeki lain, dari ngeroki dan mijet orang,” imbuh nenek dengan 5 orang cucu tersebut.

Menurut Tri Gendong, upah dari pekerjaan sampingannya itu berbeda dari upah sebagai buruh gendong, dari pekerjaan sampingan itu bisa menghasilkan Rp10.000 atau Rp 20.000 bahkan kadang-kadang lebih.

Dalam pandemi Covid-19, pasar sepi, Sulastri seringkali tidak mendapatkan upah sebagai buruh gendong, beruntung dia masih memiliki keahlian lain yaitu memijat.
Sulastri diusianya yang hampir senja, sekarang tidak pernah menggendong beban yang berat lagi, karena kaki kanannya cidera.

“Saya dulu pernah jatuh saat menggendong brambang (bawang merah) seberat 61 kilogram. Saat itu saya mengalami cidera berat, di kaki kanan,” sebut Tri yang bersuami seorang buruh di pabrik tahu itu.

Saat ini kemampuannya bekerja hanya sebatas menggendong beban di bawah 10 kilogram. Dirinya biasa menggendong sayuran, bakso, beras dan yang lainya. “Apa saja orang menyuruh, saya siap,” ujar istri dari Salamun ini.

Namun saat ini, Tri Gendong sudah bisa sedikit bernafas lega, dari 4 anaknya, 3 orang sudah berumah tangga, tinggal si bungsu yang masih tinggal bersamanya. Anak bungsunya sebenarnya juga sudah bisa hidup mandiri, namun Sulastri masih enggan untuk pensiun dari buruh gendong.

“Daripada saya nganggur ya mending ke pasar, di rumah juga mau ngapain. Selain itu saya memilih punya penghasilan sendiri,” terang Tri Gendong.

Jika belum ada order membawa barang, Sulastri biasanya hanya duduk-duduk di warung soto atau warung minum lantai 2 Pasar Baledono. Sulastri sering juga diminta oleh penjual soto untuk cuci piring.

Bu Tris wedang demikian dia biasa disapa, adalah seorang penjual kopi di pasar Baledono, dimana Sulastri sering duduk di situ. Dia menceritakan bahwa Sulastri memang sering dimintai tolong oleh para pedagang termasuk dirinya.

“Saya sering meminta mbak Tri untuk ngeroki dan memijat. Saya Seneng dengan dia karena orangnya ringan tangan dan jujur,” ujar warga Kelurahan Cangkrep Lor, Kecamatan Purworejo itu.

Perwakilan JuPe, Yudia Setiandini menyampaikan, dalam rangka hari Ibu, JuPe memberikan apresiasi kepada ibu Sulastri seorang buruh gendong, di Pasar Baledono. Kegiatan kali ini merupakan bentuk apresiasi JuPe Purworejo kepada seorang ibu yg berjuang menghidupi keluarganya, membantu perekonomian keluarga menjadi buruh gendong.

“Semoga bisa menginspirasi bahwa seorang ibu akan berjuang sekuat tenaga agar anak-anaknya bisa mendapatkan kehidupan yg lebih baik dibanding dirinya,” ujar Yudia.

Pos terkait