MERCUSUAR CO – Insiden plafon ambruk di aula SMPN 3 Juwangi, Boyolali, menjadi sorotan setelah ditemukan oleh seorang guru pada Jumat, 13 September 2024. Plafon yang berserakan di lantai aula mengejutkan staf sekolah saat persiapan acara Maulid berlangsung. Beruntung, kejadian ini terjadi di luar jam belajar, sehingga tidak ada korban jiwa, tetapi kekhawatiran tentang keselamatan di sekolah ini meningkat tajam.
Pengawasan terhadap proyek renovasi di SMPN 3 Juwangi kini dipertanyakan. Menurut seorang penjaga sekolah, kejadian serupa telah terjadi sebelumnya di ruangan yang sama, memperlihatkan bahwa masalah ini tidak baru. “Sebelumnya, plafon di ruangan ini juga pernah ambrol. Kejadian kedua ini menunjukkan bahwa kualitas pekerjaan memang tidak bagus,” ujarnya. Hal ini menyoroti buruknya pengelolaan dan supervisi yang seharusnya menjamin keamanan bangunan sekolah.
SMPN 3 Juwangi, yang memiliki reputasi sebagai lembaga pendidikan bersejarah di Boyolali, kini menghadapi tantangan berat. Ruang aula yang seharusnya menjadi tempat belajar kini berubah menjadi simbol kecemasan. Dengan hanya dua kelas aktif yang tersisa akibat penurunan jumlah siswa, insiden ini tidak hanya menimbulkan kerugian material tetapi juga mengganggu kegiatan belajar mengajar dan merusak reputasi sekolah. Orang tua siswa turut merasa cemas akan keselamatan anak-anak mereka.
Dugaan awal menunjukkan bahwa material yang digunakan dalam proyek renovasi plafon enam bulan lalu tidak sesuai dengan spesifikasi Rencana Anggaran Biaya (RAB). Kontraktor yang menangani proyek ini diduga tidak mematuhi standar kualitas, dan insiden sebelumnya menunjukkan masalah serupa. Kualitas bahan dan pengerjaan yang buruk diindikasikan sebagai penyebab utama oleh penjaga sekolah.
Menurut UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, setiap bangunan harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis sesuai fungsinya. Ketidakpatuhan terhadap standar ini dapat mengakibatkan keruntuhan dan penegakan hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab. Peraturan terkait renovasi gedung sekolah di Indonesia, termasuk PP Nomor 16 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 05-PRT-M-2016, mengatur keamanan dan kenyamanan.
Namun, hingga kini, pihak sekolah belum melaporkan insiden ini kepada dinas terkait atau kontraktor yang bertanggung jawab. Proses audit teknis oleh insinyur berlisensi mungkin diperlukan untuk menilai penyebab kerusakan dan memastikan perbaikan sesuai standar.
Kepala sekolah belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden tersebut, meski telah dihubungi. Anggota komite sekolah juga mengaku tidak dilibatkan dalam proyek renovasi, memunculkan pertanyaan tentang transparansi dan pengawasan.
Rehabilitasi ini dikerjakan pada tahun 2023 sebagaimana tertera dalam kontrak di LPSE Kab. Boyolali.
Renovasi di SMPN 3 Juwangi dilaksanakan pada tahun 2023 oleh dua kontraktor berbeda, CV Nirwana dan CV Semoga Jaya. Namun, hanya papan nama proyek CV Semoga Jaya yang terlihat di lokasi, sementara papan nama proyek CV Nirwana tidak ada, menambah misteri dan ketidakjelasan pelaksanaan proyek tersebut.
Kegagalan untuk menanggapi situasi ini dengan cepat dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap keamanan dan kualitas pendidikan di sekolah ini. Siswa yang belajar di bawah atap yang tidak aman berisiko mengalami kecelakaan, dan kondisi ini bisa menghambat proses belajar-mengajar. Selain itu, ketidakpastian dan ketidakjelasan proyek dapat menciptakan preseden buruk bagi proyek-proyek sekolah lainnya di masa depan.
Insiden ini mengingatkan kita akan pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur pendidikan. Pemerintah dan pihak terkait harus bertindak cepat dan transparan untuk memastikan keselamatan dan kualitas pendidikan tetap terjaga. Komunitas sekolah, termasuk guru, siswa, dan orang tua, berharap adanya tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka menginginkan jaminan bahwa insiden serupa tidak akan terjadi lagi dan bahwa lingkungan belajar yang aman dan kondusif bisa kembali terwujud. [red]