Rumah Sakit Trenggiling, Sejarah Berdiri dan Bergantinya menjadi RSUD Goeteng Taroenadibrata

938ae491 da8e 4fff a4ec 2a90d88e6149

Mercusuar.co, Purbalingga – Kabupaten Purbalingga menyimpan banyak catatan sejarah terkait bukti adanya pemerintahan Hindia Belanda di wilayah Kabupaten Purbalingga. Salah satu buktinya adalah berdirinya rumah sakit Trenggiling.

Dalam catatan sejarah Purbalingga, sebagaimana yang ditulis oleh Gunoto Eko Saputra dalam buku berjudul ‘Menguak Sejarah Rumah Sakit Trenggiling”, buku tersebut menuliskan riwayat berdirinya rumah sakit Trenggiling hingga perubahannya menjadi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Goeteng Tarunadibrata.

Sebagaimana penulis sampaikan dalam podcast yang diunggah di kanal YouTube Igoendonesia Journey, ia mengatakan, rumah sakit yang dulu banyak orang menyebutnya Trenggiling tersebut merupakan rumah sakit yang pertama kali berdiri di wilayah Kabupaten Purbalingga.

Rumah sakit Trenggiling didirikan oleh sebuah Lembaga Pengkabaran Injil (Zending) dan diresmikan pada hari Sabtu, 24 Desember 1910 di masa pemerintah Kabupaten Purbalingga dipimpin oleh Raden Adipati Aryo Dipokusumo VI.

Berangkat dari kata Zending, maka pada masanya, kata rumah sakit kemudian populer disebut Sendeng. Sedakangkan nama resminya Zendings Ziekenhuis te Poerbolinggo atau Rumah Sakit Zending Purbalingga.

Rumah Sakit Trenggiling atau Sendeng Trenggiling adalah sebutan masyarakat, karena lokasinya berada di Dusun Trenggiling, Desa Kalikajar (Kini masuk wilayah Kecamatan Kaligondang). Jadi masyarakat lebih gampang menyebut Rumah Sakit Trenggiling atau sendeng Trenggiling.

Sejak berdiri, rumah sakit Trenggiling dipimpin oleh seorang dokter berkebangsaan Belanda bernama Bernard Allaart. Dokter Bernad AlIaart memimpin rumah sakit Trenggiling dari masa penjajah Belanda, melewati penjajah Jepang, hingga Republik Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Pada masa kekuasaan Jepang, Runah Sakit Trenggiling tetap eksis, tidak diusik oleh Jepang, karena sebagai sarana kesehatan. Pada masa Kemerdekaan juga tetap eksis dan dipertahankan oleh pemerintah Indonesia.

Kemudian, pada tahun 1959 Bernard bersama beberapa dokter Belanda meninggalkan Purbalingga, tepatnya pada 30 Mei 1959. Posisi dokter di rumah sakit Trenggiling kemudian diisi oleh dokter-dokter pribumi dan dipimpin oleh dokter Sucipto.

Kemudian, pada tahun 1979, Suparjo Rustam sebagai Bupati Purbalingga saat itu menginisiasi rumah sakit Trenggiling dipindah ke lokasi yang dekat dengan kota, yakni di Desa Kembaran Kulon. Sekarang Kelurahan Kembaran Kulon, Kecamatan Purbalingga, tepatnya di jalan Tentara Pelajar, nomor 2.

Alasannya, bangunan rumah sakit Trenggiling yang dulunya adalah bekas gudang pengepakan gula dan pewarna kain (indigo) tidak lagi strategis, karena di samping jauh dari kota, rawan banjir karena dekat sungai Klawing, juga harus melewati jembatan sungai Klawing yang saat itu masih sempit dan kurang representatif.

Setelah bangunan rumah sakit yang dimulai tahun 1981 dan 3selesai pada tahun 1983, barulah secara resmi rumah sakit Trenggiling berpindah ke Kelurahan Kembaran Kulon dengan nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Purbalingga.

Tapi dalam perjalanannya dari awal hingga kini rumah sakit tersebut populer dengan sebutan RSUD Wirasana. Karena pemahaman umum, letak bangunan dikira berada di kelurahan Wirasana. Ini yang dalam istilah Jawa disebut ‘Salah Kaprah’, salah tapi dianggap benar dan semua sepakat.

Namun mulai tahun 2010, sebutan rumah sakit Wirasana Mukai memudar, karena pada bukan Juni 2010 RSUD Purbalingga resmi berganti naman menjadi RSUD dr. Goeteng Taroenadibrata.
Menurut penulis buku Menguak Sejarah Rumah Sakit Trenggiling tersebut, dokter Goeteng Taroenadibrata diketahui sebagai orang pribumi, orang kelahiran Purbalingga yang pertama kali memperoleh pendidikan dokter dari STOVIA dan lulus pada tahun 1893.

STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) adalah sebuah sekolah kedokteran yang didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1851 oleh pemerintah kolonial Belanda. STOVIA bertujuan untuk melatih dokter pribumi untuk bekerja di bidang kesehatan di Hindia Belanda.
Jadi sebagai penghargaan terhadap warga Purbalingga yang pertama berpendidikan dokter, nama dokter Goeteng Taroenadibrata diabadikan sebagai nama Rumah Sakit, yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Goeteng Taroenadibrata, Purbalingga.(Angga)

Pos terkait