MERCUSUAR.CO, Magelang – Pengelolaan pasar di Kota Magelang diusulkan menjadi lembaga sendiri berupa perusahaan daerah (Perusda). Sebab, selama ini pasar tradisional yang dikelola Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dinilai membebani APBD.
Usulan datang dari salah satu anggota DPRD Kota Magelang dari Fraksi Partai Demokrat, Waluyo. Dikatakan Waluyo, sudah saatnya pasar tradisional dijadikan Perusda agar lebih profesional.
“Dengan bentuk Perusda, pasar akan menyumbangkan pendapatan asli daerah (PAD) yang lebih besar, karena manajemen yang kompeten dan lebih optimal,” ujarnya, Rabu (7/4).
Dia menilai, beban Disperindag sudah sangat banyak. Terutama masalah pemeliharaan dan pengelolaan pasar tradisional. Dengan pengubahan status, juga merupakan salah satu usaha memodernisasi pasar tradisional.
“Sudah lama sebenarnya wacana perubahan ini. Tujuannya agar pasar lebih maju lagi tanpa harus membebani APBD kita,” katanya.
Ia menyebutkan, kebijakan tersebut sudah diterapkan di Kota Bogor, Jawa Barat. Perkembangan pasar-pasar tradisional di Kota Hujan itu sekarang telah menjelma sebagai penyumbang PAD yang besar.
“Tujuan akhirnya meningkatkan pelayanan dan menambah PAD. Tapi kalau di awal ya yang penting tidak terlalu menjadi beban APBD, bisa mandiri. Karena sekarang tidak seimbang, antara pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Disperindag Kota Magelang, Catur Budi Fajar Sumarmo mengutarakan, pada prinsipnya usulan pasar tradisional menjadi Perusda sangat positif. Hanya saja, kurang tepat jika diterapkan sekarang ini.
“Kota Magelang masih minim sumber daya manusia (SDM) dan kemampuan anggaran yang terbatas. Kalau pasar diubah jadi Perusda, otomatis ASN tidak lagi diperkerjakan di sana. Penggantinya adalah karyawan atau pegawai yang secara langsung akan menambah beban APBD, karena mereka kan harus digaji,” tuturnya.
Menurutnya, dengan menjadi Perusda juga ada beban tambahan untuk keuangan daerah. Pasalnya, Pemkot Magelang memiliki tanggung jawab penyertaan modal jika hendak mengubah pasar menjadi Perusda.
“Perusahaan itu kan butuh modal dari APBD. Jumlahnya tentu saja tidak sedikit, sehingga bukan menambah PAD, tapi dikhawatirkan justru akan menambah beban APBD,” jelasnya.
Catur mengemukakan, empat pasar tradisional di Kota Magelang mampu menyumbangkan PAD hingga Rp 2 miliar tiap tahun. Sumbangan itu berasal dari biaya retribusi para pedagang. Sebagian digunakan untuk biaya pemeliharaan dan pengelolaan pasar.
“Sejauh ini pendapatan masih lebih besar dari pada pengeluaran. Sehingga, bisa diartikan kalau kita masih untung dengan mengandalkan retribusi sebagai satu-satunya pemasukan pasar,” ungkapnya yang menyebutkan, retribusi terbanyak dari Pasar Rejowinangun dan kedua Pasar Gotong Royong.