Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator yang sangat penting untuk mengukur kualitas hidup manusia dan keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Dari tahun ke tahun, IPM di Jawa Tengah terus mengalami peningkatan.
IPM merupakan indikator komposit yang disusun berdasarkan tiga dimensi dasar. Masing-masing, umur panjang dan sehat, pengetahuan, serta kehidupan yang layak.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng mencatat, IPM provinsi ini pada tahun 2024 meningkat dibanding tahun sebelumnya, yakni mencapai 73,87. Angka ini tumbuh 0,65% atau meningkat sebesar 0,48 poin dibanding capaian tahun 2023 yang sebesar 73,39.
Sejak tahun 2017, IPM di Jawa Tengah, tercatat konsisten meningkat. Pada tahun 2016 angkanya masih 69,98 di mana versi BPS bisa disebut dengan status sedang. Namun di 2017 menjadi 70,52.
Setelah itu, dari tahun ke tahun angkanya terus naik. Tahun 2018 sebesar 71,12 disusul angka 71,73 di tahun berikutnya, 2019. Bahkan meskipun terimbas wabah Covid-19, IPM Jawa Tengah tahun 2020 masih mampu tumbuh positif 0,14 poin, yakni menjadi 71,87.
Kemudian tumbuh lagi di tahun 2021 sebesar 72,16, lalu 2022 sebesar 72,79, dan 2023 menjadi 73,39.
Kepala BPS Provinsi Jawa Tengah Endang Tri Wahyuningsih menerangkan, pada dimensi umur panjang dan hidup sehat, bayi yang lahir di Jawa Tengah pada tahun 2024, memiliki harapan untuk dapat hidup hingga mencapai usia 74,91 tahun.
“Ini ada peningkatan 0,22 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya,” ujarnya, Jumat (15/11) lalu.
Dimensi yang mewakili kualitas hidup manusia adalah standar hidup layak yang direpresentasikan oleh pengeluaran per kapita (atas dasar harga konstan 2012) yang disesuaikan.
Pada tahun 2024, pengeluaran per kapita yang disesuaikan masyarakat Jawa Tengah mencapai Rp12.276 ribu per orang per tahun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp11.835 ribu per orang per tahun atau kenaikannya sebesar 3,73%.
“Meskipun laju kenaikan pengeluaran per kapita melambat dibandingkan periode sebelumnya, namun masih menunjukkan stabilitas perekonomian,” ujar Endang Tri.
Adapun dari sisi pendidikan, anak-anak di Jawa Tengah yang berusia 7 tahun ke atas pada tahun 2024, memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 12,86 tahun atau hampir setara dengan lamanya waktu untuk menamatkan pendidikan hingga setingkat SMA atau Diploma I.
“Angka ini meningkat 0,01 tahun dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 12,85 tahun. Selain itu, rata-rata lama sekolah penduduk umur 25 tahun ke atas juga meningkat 0,01 tahun, dari 8,01 tahun pada tahun 2023 menjadi 8,02 tahun pada tahun 2024,” jelas Endang Tri.
Pemprov Jateng sendiri juga berkomitmen untuk terus meningkatkan akses pelayanan pendidikan bagi masyarakat. Ini demi menjangkau semakin banyak peserta didik, serta menghadirkan layanan pendidikan yang berkualitas.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng Sumarno mengatakan, Pemprov terus mencoba membangun sekolah-sekolah yang mudah diakses oleh masyarakat.
Seperti saat meresmikan gedung baru di SMKN 1 Karangjambu, Purbalingga, pada 19 November 2024 lalu, Sumarno mengatakan meskipun SMK tidak mengenal zonasi, tapi di lokasi Karangjambu ini ada sekolah yang bisa menampung anak-anak di Karangjambu.
“Jangan sampai anak-anak di Karangjambu, setelah lulus SMP tidak sekolah,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng, Uswatun Hasanah menjelaskan, pembangunan gedung baru SMK Negeri 1 Karangjambu dibiayai dengan APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024.
“Pembangunan gedung baru SMKN 1 Karangjambu dengan alokasi anggaran Tahap I sebesar Rp2.346.896.542, dan akan dilanjutkan pada Tahap II Tahun 2025, serta Tahap III Tahun 2026,” jelasnya.
Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI Abdul Fikri Faqih mengusulkan agar pemerintah memperkuat program pemberdayaan masyarakat, dibandingkan penyaluran bantuan sosial (bansos).
Menurut Fikri, penguatan program pemberdayaan masyarakat lebih efektif untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di tanah air, karena masyarakat diberdayakan untuk keluar dari garis kemiskinan itu, bukan hanya menerima bantuan yang belum tentu dapat diolah untuk meningkatkan perekonomiannya.
“Sebab kalau mungkin cara berpikirnya charity based (belas kasih), nanti akan seperti itu terus, ketergantungan terus menerus. Saya kira diubah konsepnya sehingga nanti programnya, pemberdayaan dan sebagainya,” katanya.
Fikri mencontohkan dengan pemberian bantuan sosial saja, masih banyak daerah yang belum mampu keluar dari jerat kemiskinan ekstrem, seperti daerah Brebes, Jawa Tengah yang merupakan salah satu kabupaten di daerah pemilihan (dapil) nya. Muh Slamet