MERCUSUAR.CO, Purworejo – Kirab jolenan di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing tahun ini digelar secara sederhana. Dalam acara jolenan itu, biasanya ada 46 jolen (gunungan) dari 23 rukun tetangga di Desa Somongari yang di arak dalam prosesi kirab Saparan Desa tersebut. Namun, karena masih dalam situasi pandemi, panitia jolenan hanya mengeluarkan 2 jolen sebagai simbolisasi kegiatan merti desa dan tidak dilakukan kirab keliling desa.
Pemerintah Desa Somongari menggelar acara dengan sederhana dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerumunan seperti acara-acara jolenan sebelumnya. Bisa dimaklumi karena dalam kegiatan 2 tahunan itu setiap digelar pasti mendatangkan atau dihadiri oleh ribuan warga masyarakat dari berbagai daerah di Kabupaten Purworejo dan luar daerah.
Kepala Desa Somongari, Subagyo menyampajkan jika tradisi itu memang tidak bisa diabaikan oleh desanya. Menurut cerita turun temurun yang ada, jika hal itu tidak dilaksanakan akan membawa bencana bagi desa.
“Dan kali ini karena masih ada Covid-19,acara pokok tetap kita gelar tapi memang dibuat sesederhana mungkin,” kata Subagyo di sela kegiatan itu Selasa (5/10).
Dikatakan jika penyelenggaraan dilakukan tahun lalu memang tidak ada karena jolenan digelar setiap dua tahun sekali. Biasanya jolenan berlangsung pada bulan Sapar di hari Selasa Wage.
“Semua prosesi umum tetap digelar. Dimana semua rukun tetangga membuat selamatan terlebih dahulu di pagi hari. Ziarah ke makam kedana kedini dan dilanjutkan dengan seremoni yang menghadirkan tokoh dari tingkat kecamatan dan kabupaten,” jelas Subagyo.
Menurutnya, salah satu hal yang tidak boleh ditinggalkan adalah pagelaran tayub yang menghadirkan kelompok dari wilayah Wonosari Kabupaten Gunungkidul. Hal ini harus dilakukan karena menjadi kesukaan atau kareman dari nenek moyang mereka.
“Dari yang sudah-sudah memang tidak pernah dilakukan penarinya dari Wonosari. Kita tidak berani mendatangkan dari Tayub Banjarnegara atau lainnya,” ungkap Subagyo.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Purworejo, Dyah Woro Setyaningsih mengatakan, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada warga desa Somongari yang rela menggelar tradisinya dengan cara sederhana. Mereka mengikuti himbauan dari Pemerintah agar tidak menggelar kegiatan yang bisa mendatangkan kerumunan.
“Satu hal yang menarik dari sini adalah tetap terjaganya tradisi. Memang diperlukan sebuah modifikasi sehingga ini tidak membuat pengunjung itu jenuh atau bosan,” terang Dyah Woro.
Dalam pengamatannya, keberadaan aneka kerupuk yang mewarnai jolenan itu bisa lebih diangkat. Menurutnya, pengunjung bisa diajak untuk membuat proses membuat kerupuk itu karena bisa menjadi wawasan baru bagi masyarakat.
“Secara kemasan sudah sangat menarik dan berbeda dengan merti desa di wilayah lain. Hanya dibutuhkan pengembangan lagi sehingga makin menarik,” katanya. (fid)