Mercusuar.co, Purbalingga – Setiap menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, makam para wali atau tokoh agama terdahalu bejibun dikunjungi peziarah. Salahsatu yang tidak luput dari ritual tersebut adalah makam Syeih Jambukarang yang terletak di puncak gunung Lawet (Ardilawet), Desa Penusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga.
“Setiap menjelang puasa yang ziarah lebih banyak. Ada yang naik sejak pagi hari, bahkan yang memilih naik pada malam hari juga banyak. Nanti jelang pagi mereka baru turun,” ungkap Ibu Sumadi, salahsatu juru kunci makam Syeh Jambukarang saat mengantar Mercusuar.co ziarah, Rabu (30/3/2022).
Ibu Sumadi menjelaskan kalau dirinya baru satu tahun menjadi juru kunci menggantikan suaminya Sumadi, salahsatu juru kunci makam Syeh Jambukarang yang baru satu tahun lalu meninggal.
“Saya menggantikan suami menjadi juru kunci baru satu tahun. Tapi saya sudah mendapat amanah dari bapak, jadi kalau ada tamu peziarah yang mau naik saya antar,” akunya.
Sebelum Mercusuar.co bersama rombongan dari Kantorkopi Purbalingga naik ke makam, terlebih dahulu menghadap Ibu Sumadi agar diantar sampai ke lokasi. Perjalanan dari pos pendaftaran naik ke puncak secara normal bisa ditempuh 2-3 jam.
“Jarak tempuh secara normal 2-3 jam. Tapi juga tergantung fisik masing-masing. Ada yang bisa lebih cepat dari itu,” terang Ibu Sumadi.
Jalan yang ditempuh mulai dari pos pendaftaran adalah jalan setapak bebatuan, cor beton, dan ada yang masih tanah. Semua sudah berbentuk anak tangga yang menanjak. Ada sedikit turunan setelah melewati pos 3. Pos 3 tepatnya di petilasan Kyai Santri Agung.
Sesampainya di puncak Ardhilawet, biasanya peziarah singgah dulu di warung-warung yang menyediakan makanan dan jajanan di lokasi makam.
“Mereka biasanya singgah dulu di warung-warung untuk makan atau minum sambil istirahat. Setelah cukup istirahat, baru mereka melanjutkan untuk ziarah ke makam,” lanjutnya.
Usai melakukan ziarah, pada tengah malam, di bawah rintik hujan yang sejak sore hari belum mereda, Mercusuar.co bersama rombongan Kantorkopi Purbalingga turun meninggalkan makam Syeih Jambukarang.
Bermodal cahaya dari lampu hanphone masing-masing, Mercusuar.co bersama rombongan Kantorkopi turun menembus gulitanya Ardhilawet dan menapaki jalan bebatuan serta anak tangga yang basah dan licin.
Hampir menyita waktu 3 jam Mercusuar.co dan rombongan yang membersamai menginjak kembali pintu gerbang pos pendaftaran. Kemudian istirahat sejenak di pos pendaftaran. Beberapa saat kemudian, baru meluncur pulang ke alamat masing-masing.
Dalam sejarahnya, diketahui Syeh Jambukarang awalnya bernama Raden Mundhingwangi putra Kerajaan Pajajaran. Dikisahkan Raden Mundhingwangi menolak saat dinobatkan untuk menggantikan Prabu Siliwangi, raja Pajaran, Dia justru lebih memilih mandhita (menjadi begawan atau spiritualis).
Konon, saat Raden Mundingwangi bertapa di wilayah Banten setiap hari melihat ada cahaya biru memancar ke atas di arah timur. Kemudian Raden Mundhingwangi berjalan menuju arah cahaya tersebut. Sesampainya di tempat yang dituju Raden Mundhingwangi yang sudah berganti nama Liman Sujana menetap di Ardhilawet dengan sebutan Syeih Jambukarang.(*)