Jelang Ramadhan Banyak Peziarah Naik Ke Makam Syeh Jambukarang di Puncak Ardhilawet

IMG 20220401 WA0054

Mercusuar.co, Purbalingga – Setiap menjelang datangnya  bulan suci  Ramadhan, makam para wali  atau tokoh agama terdahalu bejibun  dikunjungi peziarah. Salahsatu  yang tidak luput dari ritual tersebut adalah makam Syeih Jambukarang yang terletak  di puncak  gunung Lawet (Ardilawet), Desa Penusupan, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga.

“Setiap menjelang puasa yang ziarah lebih banyak. Ada yang naik sejak pagi hari, bahkan yang memilih naik pada malam hari juga banyak. Nanti jelang pagi mereka baru turun,” ungkap Ibu Sumadi, salahsatu  juru kunci makam Syeh Jambukarang saat mengantar Mercusuar.co ziarah, Rabu (30/3/2022).

Ibu Sumadi menjelaskan kalau dirinya baru satu tahun menjadi juru kunci menggantikan suaminya Sumadi, salahsatu juru kunci makam Syeh Jambukarang yang baru satu tahun lalu meninggal.

“Saya menggantikan suami menjadi juru kunci baru satu tahun. Tapi saya sudah mendapat amanah dari bapak, jadi kalau ada tamu peziarah yang mau naik saya antar,” akunya.

Sebelum Mercusuar.co bersama rombongan dari Kantorkopi Purbalingga naik ke makam, terlebih dahulu menghadap Ibu Sumadi agar diantar sampai ke lokasi. Perjalanan dari pos pendaftaran naik ke puncak  secara normal bisa ditempuh 2-3 jam.

“Jarak tempuh secara normal 2-3 jam. Tapi juga tergantung fisik masing-masing. Ada yang bisa lebih cepat dari itu,” terang Ibu Sumadi.

Jalan yang ditempuh mulai dari pos pendaftaran adalah jalan setapak bebatuan, cor beton, dan ada yang masih tanah. Semua sudah berbentuk anak tangga yang menanjak. Ada sedikit turunan setelah melewati pos 3. Pos 3 tepatnya di  petilasan Kyai Santri Agung.

Sesampainya di puncak Ardhilawet, biasanya peziarah singgah dulu di warung-warung yang menyediakan makanan dan jajanan di lokasi makam.

“Mereka biasanya singgah dulu di warung-warung untuk makan atau minum sambil istirahat. Setelah cukup istirahat, baru mereka melanjutkan untuk ziarah ke makam,” lanjutnya.

Usai melakukan ziarah, pada tengah malam, di bawah rintik hujan yang sejak sore hari belum mereda, Mercusuar.co bersama rombongan Kantorkopi Purbalingga turun  meninggalkan makam Syeih Jambukarang.

Bermodal cahaya dari lampu hanphone masing-masing, Mercusuar.co bersama rombongan Kantorkopi turun menembus gulitanya Ardhilawet dan  menapaki jalan  bebatuan serta anak tangga yang basah dan licin.

Hampir menyita waktu 3 jam Mercusuar.co dan rombongan yang membersamai menginjak kembali pintu gerbang pos pendaftaran. Kemudian istirahat sejenak di pos pendaftaran.  Beberapa saat kemudian, baru meluncur pulang ke alamat masing-masing.

Dalam sejarahnya, diketahui Syeh Jambukarang awalnya bernama Raden Mundhingwangi putra Kerajaan Pajajaran. Dikisahkan Raden Mundhingwangi menolak saat dinobatkan untuk menggantikan Prabu Siliwangi, raja Pajaran, Dia justru  lebih memilih mandhita (menjadi begawan atau spiritualis).

Konon, saat Raden Mundingwangi  bertapa di wilayah Banten setiap hari melihat ada cahaya biru memancar ke atas  di arah timur. Kemudian Raden Mundhingwangi berjalan menuju arah cahaya tersebut. Sesampainya di tempat yang dituju Raden Mundhingwangi yang sudah berganti nama Liman Sujana menetap di Ardhilawet dengan sebutan Syeih Jambukarang.(*)

Pos terkait