Inilah Sosok di Balik Patung Biawak Viral yang Tampak Nyata di Wonosobo

4997bb38 d93e 4c9b 8c17 51bf89d10f51 scaled

Mercusuar.co, WONOSOBO – Sebuah tugu patung biawak yang berdiri di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, mendadak menjadi perbincangan hangat warganet. Keberadaan patung tersebut mencuri perhatian lantaran bentuknya yang begitu menyerupai biawak sungguhan. Tak hanya menyebar di media sosial, patung ini juga ramai dikunjungi warga yang ingin melihat langsung keunikannya.

Tugu yang diberi nama Tugu Krasak Menyawak itu terletak di jalur Wonosobo–Banjarnegara. Nama “menyawak” sendiri diambil dari bahasa Jawa yang berarti biawak, menggambarkan satwa yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan warga Desa Krasak.

Ketua Karang Taruna Kecamatan Selomerto, Ahmad Gunawan Wibisono, menjelaskan bahwa gagasan pembangunan tugu ini berangkat dari keinginan masyarakat untuk mengangkat identitas lokal.

“Di bawah jembatan yang berada sekitar 100 meter dari lokasi tugu, memang menjadi habitat asli biawak sejak dulu. Warga menyebutnya Jembatan Menyawak,” ujarnya.

Tugu ini juga berada di kawasan yang memiliki nilai historis, karena pernah menjadi saksi peristiwa penting dalam sejarah agresi militer Belanda pertama. Meski proses pembangunan masih dalam tahap penyempurnaan—seperti penambahan taman dan fasilitas pendukung lainnya—kehadirannya sudah menjadi magnet bagi masyarakat dan pengguna jalan.

Namun, siapa sangka, sosok di balik patung yang begitu realistis itu adalah seniman lokal bernama Arianto, yang akrab disapa Ari. Lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta ini ternyata telah lama menekuni dunia seni lukis. Seiring waktu, ia mulai belajar secara otodidak untuk membuat patung, hingga akhirnya melahirkan karya yang kini viral.

Dalam proses pembuatannya, Ari bahkan meminta warga untuk menangkap biawak hidup agar bisa melakukan pengamatan secara langsung. Tujuannya adalah agar detail anatomi patung benar-benar menyerupai hewan aslinya.

Meski karyanya kini menuai pujian, Ari enggan menyebut secara rinci besaran anggaran pembuatan patung tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa nilai proyeknya tidak sampai menyentuh angka Rp 1 miliar.

“Kalau saya sebut nominalnya, malah jadi kurang pantas. Saya ditugaskan, dan dengan dana seadanya, saya kerjakan semaksimal mungkin. Kalau diberi Rp 1 miliar, saya bisa bikin dari empat penjuru mata angin,” katanya.

Bagi Ari, tantangan terbesar dalam seni patung bukan sekadar menciptakan bentuk yang menyerupai aslinya, melainkan menghadirkan “jiwa” dalam setiap karya.

“Sebagus apa pun patungnya, kalau tidak punya ruh, tetap kurang. Karya itu harus punya karakter—seperti orang cantik tapi juga pintar,” ujarnya.

Ari berharap, ke depan ia bisa kembali menciptakan karya-karya monumental yang bisa menjadi kebanggaan Wonosobo. Ia ingin terus mempersembahkan kreativitasnya bagi tanah kelahirannya.

“Semoga ini bukan karya terakhir. Saya ingin buat yang lebih besar lagi, untuk Wonosobo,” tutupnya.(Gen)

Pos terkait