Griya Moderasi Beragama Unsoed Resmi Diluncurkan, Dorong Toleransi dan Kedamaian di Kampus

WhatsApp Image 2024 12 27 at 10.29.52 de28e0f7

PURWOEKERTO,Mercusuar.co — Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) kembali memperkuat komitmennya terhadap penguatan moderasi beragama dengan meluncurkan Griya Moderasi Beragama. Acara peluncuran yang berlangsung pada Selasa pagi (24/12) di Aula LPPM Unsoed ini dihadiri oleh berbagai pihak, mulai dari dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) di perguruan tinggi di Purwokerto hingga guru PAI di Kabupaten Banyumas.

Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) untuk mempromosikan nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama di lingkungan pendidikan tinggi. Dengan tema “Moderasi Beragama untuk Perdamaian dan Persatuan Bangsa”, kegiatan ini bertujuan untuk menanggulangi sikap ekstrem dalam beragama serta mendorong terciptanya kehidupan beragama yang lebih harmonis di Indonesia.

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari Nurlaela, S.Ag., M.Ag., Ketua Griya Moderasi Beragama Unsoed, yang menyampaikan bahwa acara ini dilaksanakan sebagai bagian dari amanat Kemenag untuk memperkenalkan konsep moderasi beragama kepada para pendidik agama. “Hari ini kita hadir di Unsoed untuk memulai langkah besar dalam memperkenalkan moderasi beragama sebagai nilai yang harus kita tanamkan kepada generasi muda,” ujarnya.

Prof. Dr. Ir. Elly Tugiyanti, M.P., IPU., ASEAN Eng., Ketua LPPM Unsoed, mengungkapkan harapannya agar keberadaan Griya Moderasi Beragama ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi kegiatan serupa di lingkungan kampus. “Moderasi beragama adalah kewajiban yang harus dijalankan dengan penuh kasih dan damai, terutama di tengah kemajemukan bangsa Indonesia,” tuturnya.

Sementara itu, Dr. Khaerul Umam, M.Ud., Kasubdit PAI Kemenag RI, menekankan pentingnya moderasi beragama di perguruan tinggi. “Di tengah kondisi kebangsaan yang majemuk, moderasi beragama sangat penting agar kita bisa hidup berdampingan dengan damai meski memiliki perbedaan pandangan keagamaan,” kata Khaerul. Ia juga menyebutkan bahwa Kemenag menargetkan pendirian 20 Griya Moderasi Beragama di seluruh Indonesia pada tahun 2024, dengan Unsoed menjadi salah satu pionir.

Mengembangkan Pemahaman Moderasi Beragama

Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan workshop yang menghadirkan dua narasumber utama, KH Ahmad Tohari dan Ahmad Yusuf Prasetiawan, S.Pd.I., M.Pd.I. Dalam sesi ini, KH Ahmad Tohari menjelaskan pentingnya memahami agama dari sisi maknawi, bukan hanya simbolik. “Banyak orang memahami agama hanya dari sisi ritual dan simbolik. Padahal, yang lebih penting adalah pemahaman maknawi yang dapat membawa kedamaian,” ujar KH Ahmad Tohari.

Sementara itu, Ahmad Yusuf Prasetiawan menambahkan bahwa moderasi beragama juga terkait dengan sikap fleksibel dan adil terhadap perbedaan. “Moderasi berarti tidak terjebak dalam pandangan ekstrem. Islam hadir untuk memoderasi dua kutub ekstrem, baik dari kelompok Yahudi maupun Nasrani pada masanya, dan juga untuk meredam kesukuan di kalangan Arab,” ujarnya.

Moderasi beragama, menurutnya, juga harus dijalankan dengan keadilan dan menghindari eksklusivisme, yang sering kali mengarah pada intoleransi. Ia menekankan bahwa sikap moderat dalam beragama bukan berarti menafikan kebenaran, melainkan menghargai perbedaan dan mencari titik temu untuk menciptakan kedamaian.

Pendidikan Moderasi: Tantangan dan Harapan

Sesi tanya jawab dalam acara ini juga memperlihatkan keseriusan berbagai pihak dalam mengimplementasikan moderasi beragama, terutama di lingkungan pendidikan. Pak Dudiono, seorang pengawas pendidikan agama, menyatakan pentingnya memulai pendidikan moderasi beragama sejak tingkat dasar. “Jika nilai moderasi tidak ditanamkan sejak dini, kita akan kesulitan untuk mengharapkannya berkembang di perguruan tinggi,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, KH Ahmad Tohari berbagi pengalamannya dalam mengajarkan anak-anak dari berbagai latar belakang agama di musala. Menurutnya, sikap saling menghargai perbedaan adalah kunci untuk menumbuhkan toleransi beragama. “Setiap orang berhak untuk memilih jalan hidupnya, dan kita harus menghargainya,” jelasnya.

Ahmad Yusuf Prasetiawan juga menambahkan bahwa guru PAI harus mampu mengembangkan pemikiran kritis siswa, sehingga mereka dapat memilah pandangan ekstrimis dan lebih mudah menerima pandangan keagamaan yang moderat.

Moderasi Beragama dalam Kehidupan Sehari-hari

Sesi diskusi mendalam (Focus Group Discussion/FGD) juga memberikan wawasan tentang bagaimana moderasi beragama diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam kelas maupun dalam interaksi sosial. Beberapa peserta FGD berbagi pengalaman mereka tentang pentingnya menghargai perbedaan, meskipun ada ketidaksesuaian dalam praktik ibadah.

Eka Bahtiar dari MA NU Ma’arif menceritakan pengalamannya di Sekolah PU HUA, yang merupakan sekolah dengan keberagaman etnis dan agama yang tinggi. “Di sekolah ini, meskipun mayoritas siswa beragama non-Islam, kami tidak merasakan perbedaan yang berarti dalam kegiatan sehari-hari,” ujarnya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan sikap saling menghormati dan memahami, perbedaan agama dan budaya dapat menjadi kekuatan, bukan penghalang.

M. Riza Chamadi, dosen Unsoed, menambahkan bahwa moderasi beragama juga harus melibatkan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama, serta penerapan yang bijaksana dalam konteks kehidupan bermasyarakat. “Kita harus tahu kapan nilai-nilai agama diterapkan dengan tegas dan kapan nilai toleransi perlu diutamakan, agar tercipta keseimbangan,” ujarnya.

Acara ini diakhiri dengan doa bersama dan harapan bahwa Griya Moderasi Beragama Unsoed akan menjadi platform penting untuk menyebarkan pesan damai dan toleransi, tidak hanya di kalangan mahasiswa Unsoed, tetapi juga di seluruh masyarakat. Kegiatan ini menjadi langkah awal yang penting dalam mempromosikan moderasi beragama, yang diharapkan dapat memperkuat kohesi sosial dan persatuan bangsa, terutama di tengah keragaman yang ada.

Pos terkait