MERCUSUAR.CO, Purbalingga – Wakil Bupati Purbalingga Sudono menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk menurunkan angka stunting menjadi satu digit pada tahun 2024. Ia mengimbau para petugas kesehatan untuk melakukan deteksi dini atau skrining terhadap balita yang diduga stunting.
“Skrinning, jika balita terdekteksi mengalami stunting jangan di tunda untuk segera dirujuk, baik ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD),” ujar Wabup Sudono, setelah mengikuti zoom meeting Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi Aksi Cegah Stunting. Pertemuan tersebut merupakan hasil kerjasama antara Habibie Institute for Public Policy for Governance (HIPPG), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) RI, yang berlangsung di Ruang Kerja Wakil Bupati Purbalingga pada Senin (11/12/2023).
“Skrinning, jika balita terdekteksi mengalami stunting jangan tunda untuk segera dirujuk, baik ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD),” tegas Wabup Sudono usai mengikuti zoom meeting Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi Aksi Cegah Stunting yang merupakan kerjasama Habibie Institute for Public Policy for Governance (HIPPG), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) RI di Ruang Kerja Waki Bupati Purbalingga, Senin (11/12/2023).
Senada, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, Jusi Febrianto mengungkapkan, sejumlah langkah pencegahan telah dilakukan oleh pihaknya dalam rangka mengatasinya. Di antaranya, dengan mengeluarkan surat edaran yang mengacu pada upaya Aksi Cegah Stunting (ACS). Kemudian, membekali semua posyandu yang ada di Purbalingga dengan alat ukur tinggi badan antropometri yang telah terstandarisasi, melakukan pelatihan ke dokter umum, kader, dan petugas kesehatan bagaimana cara mengukur tinggi badan yang baik dan benar.
“Ini upaya kita bagaimana bisa mendeteksi sedini mungkin adanya weight faltering (penurunan berat badan). Jika ditemukan di lapangan, harus segera merujuk dari posyandu ke Puskesmas. Poinnya, tidak boleh menunda. Kalau dalam dua minggu penanganan tidak kunjung membaik, maka balita harus segera dirujuk ke rumah sakit,” jelas Jusi.
Dalam kesempatan yang sama, Jusi menyinggung pembuatan kolam ikan lele yang dilaksanakan di Desa Karangaren, Kecamatan Kutasari yang menjadi pilot project desa ACS. Jusi menyebut, hal ini sangat membantu keterpenuhan asupan gizi balita, khususnya akan protein hewani.
Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan, Prof Dr dr Damayanti Rusli Sjarif SpA(K) menuturkan, jika balita-balita sehat yang saat ini ada bisa jadi calon balita stunting dikemudian hari. Hal ini, kata dia, bisa terjadi jika mereka tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Mulai dari asupan gizi seimbang serta pemantauan secara berkala berat badan dan tinggi badan balita.
“Balita yang belum stunting, dia bisa terjangkit kalau kita tidak berikan makanan yang baik. Makanan yang baik nggak harus ribet. Yang terpenting asupan protein hewani tercukupi. Sehari dia harus makan telor berapa butir, makan ikan atau daging berapa gram sehari,” ujar Damayanti.
Untuk itu, Damayanti mengingatkan kepada semua yang mengikuti FGD, jika penanganan stunting ini tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, pencegahan stunting membutuhkan sinergi bersama. Oleh karenanya, Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi Penyakit Metabolik FKUI-RSCM ini pun sangat mengapresiasi koordinasi lintas sektoral yang dilakukan Pemkab Purbalingga dalam mengatasi stunting.
Di akhir diskusi secara online, Damayanti juga mengapresiasi konsep kolam lele yang dilakukan di Desa Karangaren. Kata dia, sistem budidaya ikan lele juga dilakukan di daerah pendampingannya di Jakarta. Dibantu oleh Dinas Peternakan setempat, warga dibimbing untuk mengembangkan perikanan lele dengan memanfaatkan media drum.