MERCUSUAR.CO, Purbalingga – Warga desa Majasem yang memiliki lahan sawah di bagian utara desa melakukan pencabutan paksa mesin penyedot air yang digunakan oleh warga desa setempat yang memiliki lahan sawah bagian selatan desa.
Hal ini dilakukan karena pihak pengelola mesin sedot air diduga tidak adil. “Mereka menyedot air dari sungai Wates, sedang sungai tersebut mengalir untuk daerah utara. Jadi aliran air yang menuju utara berkurang,” ungkap Kordinator aksi, Subagyo kepada Mercusuar.co, saat ditemui usai melakukan pencabutan, Rabu (12/10/2023).
Subagyo juga mengatakan pihak selatan tidak memperhatikan kondisi lahan sawah di utara yang semakin sulit diairi, karena air sungai Wates semakin kecil, bahkan cenderung tidak mengalir sampai ke hulu.
“Semakin hari semakin tidak terlihat ada airnya, ternyata sungai Wates tidak saja disedot, tapi juga dibendung. Ahirnya yang ke utara tidak mengalir sama sekali,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Majasem, Tri Muldiyati saat dikonfirmasi menyampaikan, musim kemarau berkepanjangan yang mengakibatkan kekeringan berdampak pada penggarapan lahan sawah yang tidak maksimal.
Hal ini juga dirasakan oleh warga desa Majasem, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga.
“Untuk mengantisipasi kekeringan lahan persawahan, warga menggunakan mesin sedot air untuk mengaliri sawah, termasuk mesin milik desa yang digunakan untuk menyedot air dari sungai Wates dinaikan ke sawah bagian selatan,” katanya.
Namun belakangan Tri Muldiyati menyayangkan terjadi tindak kesewenang wenangan dalam melakukan pembagian air yang dilakukan oleh warga yang menggunakan mesin sedot air di wilayah selatan desa.
Sungai Wates yang mestinya menjadi tulang punggung pengairan lahan sawah di bagian utara desa dibendung oleh pengelola mesin penyedot air tersebut.
“Maka timbullah protes dari warga pengelola sawah bagian utara desa yang merasa dirugikan atas tindakan penyedotan dan pembedungan sungai Wates.
Protes tersebut diwujudkan dengan cara mencabut mesin sedot air milik pemdes dan dikembalikan ke Balia desa agar tidak lagi digunakan dengan cara sewenang wenang,” ungkapnya.
Tri juga mengaku sebelumnya warga penggarap sawah bagian utara telah melaporkan kejadian tersebut sekaligus mohon ijin untuk mencabut mesin sedot air milik pemdes tersebut.
“Demi keadilan kami ijinkan mesin sedot air dikembalikan ke desa. Agar tidak terjadi silang sengkarut pada warga. Karena soal air di musim kemarau itu hal yang sensitif,” ujarnya.
Kembali Tri menjelaskan, pada musim kemarau kali ini puluhan hektar lahan persawahan di desanya kekeringan dan tidak bisa dilakukan cocok tanam.
Sedang sebagian yang ditanami padi bisa terancam gagal panen jika tidak ada sedikitpun air yang mengalir di beberapa saluran air di sekitarnya.(Angga)