MERCUSUAR.CO, WONOSOBO – Desa Sendangsari, yang terletak di Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, adalah desa yang sarat akan tradisi, keindahan alam, dan nilai toleransi. Desa ini telah lama menjadi daya tarik wisatawan karena kekayaan seni dan budayanya yang masih terjaga. Salah satu seni tradisional yang paling menonjol di desa ini adalah tarian Liong, yang telah menjadi simbol harmoni dan warisan budaya yang dijaga turun-temurun oleh masyarakat. Selain itu, desa ini juga menawarkan pengalaman wisata yang memadukan alam, tradisi, dan keharmonisan sosial.
Sejarah Desa Sendangsari bermula dari kisah Eyang Waridin, seorang tokoh yang menemukan sebuah mata air atau “tuk” di bagian selatan desa. Mata air ini dikelilingi oleh tumbuhan merah bernama Wilada, sehingga desa ini awalnya dikenal dengan nama “Wiladabanyu,” yang bermakna “kaya akan air.” Hingga kini, mata air Kali Gondang, yang dianggap sakral oleh warga, menjadi pusat kehidupan spiritual dan budaya desa.
Selain kekayaan budaya, Desa Sendangsari juga dikenal dengan pesona alamnya. Pemandangan sawah terasering yang hijau dan kebun bambu yang rindang menyambut setiap pengunjung yang datang. Kali Gondang, sumber mata air utama desa, menawarkan suasana damai yang sering dijadikan tempat refleksi oleh penduduk lokal maupun wisatawan. Bagi pecinta petualangan, Sungai Serayu dan Wangan Aji menjadi lokasi tubing yang menarik dengan airnya yang jernih dan dikelilingi pemandangan alam yang memukau.
Tidak hanya itu, desa ini juga menyediakan agrowisata yang memungkinkan pengunjung untuk berpartisipasi langsung dalam kegiatan pertanian. Mulai dari menanam selada air hingga memanen padi, aktivitas-aktivitas ini memberikan pengalaman yang otentik bagi wisatawan. Desa Sendangsari memiliki program “Jelajah Desa,” yang mengajak pengunjung menyusuri area persawahan dan kebun bambu sambil menikmati keindahan alam desa.
Salah satu seni yang terkenal Desa Sendangsari adalah tari Liong. Seni ini melibatkan tarian naga yang menceritakan kisah-kisah legenda lokal serta nilai-nilai kebersamaan dan harmoni. Mbah Budi, penasihat seni desa yang telah mengabdikan hidupnya untuk melestarikan tradisi ini, menjelaskan bahwa tari Liong bukan sekadar hiburan, tetapi juga medium untuk menyampaikan pesan-pesan spiritual dan nilai budaya.
“Tari Liong ini sudah ada sejak lama dan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat kami. Setiap gerakan dalam tarian ini memiliki makna mendalam. Misalnya, gerakan melingkar naga melambangkan siklus kehidupan, sedangkan gerakan mendaki melambangkan perjuangan dan harapan,” jelas Mbah Budi.
Sebagai penasihat seni, Mbah Budi telah membimbing generasi muda desa untuk mempelajari dan memahami seni ini.
“Kami memiliki delapan kelompok seni yang aktif, dan semua terlibat dalam pelestarian tari Liong. Seni ini bukan hanya kebanggaan desa, tetapi juga identitas kami yang harus dijaga,” tambahnya.
Selain tari Liong, Desa Sendangsari juga memiliki berbagai tradisi yang terus dilestarikan, seperti ritual “cukur rambut gembel” yang dilaksanakan di Kali Gondang. Ritual ini dipercaya memiliki nilai spiritual untuk memohon berkah dan membersihkan diri dari energi negatif. Tradisi lain yang tak kalah menarik adalah “undhuh-undhuhan,” sebuah pawai obor dengan pertunjukan seni yang melibatkan berbagai kelompok seni tradisional. Acara ini menjadi ajang perayaan sekaligus pelestarian budaya.
Nilai toleransi menjadi salah satu keunggulan Desa Sendangsari. Sunyoto, Kepala Dusun Sendangsari, menjelaskan bahwa meskipun mayoritas penduduk desa beragama Islam, kerukunan antarumat beragama sangat terjaga.
“Kami menerima tamu dari berbagai latar belakang agama dengan tangan terbuka. Ini adalah bagian dari budaya kami untuk menghormati sesama,” ujar Sunyoto.
Kerukunan ini juga tercermin dalam berbagai acara desa, di mana masyarakat dari berbagai latar belakang bekerja sama untuk menyukseskan kegiatan. Hal ini menjadikan Desa Sendangsari sebagai contoh nyata harmoni sosial yang patut diteladani.
Desa Sendangsari juga menawarkan program homestay yang memungkinkan wisatawan tinggal bersama keluarga lokal. Lebih dari 100 rumah penduduk telah disiapkan untuk menerima tamu. Pengalaman tinggal di homestay memberikan nuansa kehidupan pedesaan yang sederhana namun penuh kehangatan. Wisatawan dapat ikut serta dalam aktivitas sehari-hari, seperti memasak makanan khas desa, bercocok tanam, atau memanen hasil pertanian.
Program ini tidak hanya memberikan pengalaman otentik bagi wisatawan, tetapi juga berdampak positif pada perekonomian masyarakat. “Homestay menjadi salah satu sumber pendapatan tambahan bagi warga desa. Dengan kedatangan wisatawan, masyarakat dapat ikut merasakan manfaat langsung dari sektor pariwisata,” jelas Sunyoto.
Untuk mengembangkan potensi wisatanya, Desa Sendangsari sedang mempersiapkan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Badan ini akan bertugas mengelola berbagai kegiatan ekonomi desa, termasuk sektor pariwisata. “Kami ingin wisata di desa ini dikelola secara profesional sehingga dampaknya bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat,” kata Sunyoto.
Mbah Budi menambahkan bahwa pelestarian seni dan budaya akan tetap menjadi prioritas utama. “Kami percaya seni dan budaya adalah akar identitas kami. Dengan menjaga akar ini, kami bisa terus berkembang dan dikenal lebih luas,” tutupnya.