PURBALINGGA, Mercusuar.co – Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Kabupaten Purbalingga menggelar kegiatan bertajuk Optimalisasi Peran Kader Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) dalam Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Purbalingga. Kegiatan diikuti oleh perwakilan 18 PAC Fatayat NU tersebut dilaksanakan di aula PC NU Kabupaten Purbalingga, Minggu (8/9/2024).
Ketua PC Fatayat NU Kabupaten Purbalingga, Siti Mutmainah mengatakan kegiatan tersebut merupakan orientasi PMBA untuk kader Fatayat NU di kabupaten Purbalingga. Menurutnya, kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari kerja sama Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat NU Jawa Tengah dengan United Nations Children’s Fund (Unicef).
“Ini tahun kedua PC Fatayat NU Kabupaten Purbalingga melaksanakan kegiatan orientasi PMBA yang digagas PW Fatayat NU Jateng dengan Unicef,” katanya.
Siti Mutmainah menyampaikan, terkait pembekalan materi terhadap kader kesehatan Fatayat NU Kabupaten Purbalingga, pada kesempatan tersebut menghadirkan narasumber dari Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, Diana Prastianingrum.
“Dari Dinkes mengetengahkan tema Pemenuhan Gizi Untuk Tumbuh kembang Optimal di 1000 hari pertama kelahiran. Pemateri berikutnya yakni Iswatun Khasanah, Sekretaris 1 PW Fatayat Nu Jawa Tengah, dengan materi Periode 1000 hari pertama kehidupan.
Wakil Sekretaris 4 PW Fatayat NU Jawa Tengah, Umi Hanik kepada media menjelaskan, program orientasi PMBA merupakan kerja sama Fatayat NU Jawa Tengah dengan Unicef untuk kabupaten/kota di Jawa Tengah. Menurutnya, Kabupaten Purbalingga merupakan daerah tertinggi kedua prosentase stunting di provinsi Jawa Tengah. Sehingga menjadi lokus kegiatan tersebut.
“Purbalingga masih menduduki rangking tertinggi di bawah kabupaten Pekalongan. Prevalensi Stunting Kabupaten Purbalingga berada di urutan keduanya, 26 persen di bawah Pekalongan yang masih di angka 28 persen,” tutur Hanik.
Hanik menyampaikan kegiatan orientasi PMBA yang diinisiasi PW Fatayat NU Jateng dilaksanakan dengan cara memberikan edukasi terhadap masyarakat terkait pemberian makan bayi dan anak, gizi dan kesehatan keluarga melalui kader-kader kesehatan Fatayat NU di tingkat ranting.
“Fatayat NU merupakan organisasi sampai tingkat desa bahkan dusun hingga RW. Selain itu, kapasitas dan kapabilitas kader-kader Fatayat NU tidak diragukan lagi terutama untuk kerja-kerja sosial. Hal ini yang mendasari Fatayat NU dipercaya Unicef untuk menjalankan kegiatan pencegahan Stunting di Jawa Tengah,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, PW Fatayat NU Jateng sebenarnya telah memiliki program yang sama dengan istilah “Sambang Simbol Sambang Bocah” yang sudah berjalan dua tahun untuk memonitoring kesehatan ibu dan anak hingga ranting di provinsi Jawa Tengah.
“Sambang Simbok Sambang Bocah ini menjadi media komunikasi kader kesehatan Fatayat NU dengan warga. Tugasnya adalah memonitoring ibu hamil dan baduta oleh kader Fatayat di tingkat bawah dengan fokus penanggulangan stunting. Selamat dua tahun ini sudah mencapai 52.000 baduta di Jateng terdata,” jelasnya.
Sementara itu staf Dinkes Kabupaten Purbalingga bagian gizi dan kesehatan keluarga, Dian Prastianingrum menyatakan kondisi stunting di kabupaten Purbalingga sudah turun menjadi 11,128 persen. Berbeda dengan data yang ditampilkan pemerintah secara nasional yang masih menyentuh angka 26 persen.
“Monitoring dari Dinkes yang melakukan input dari hari ke hari saat ini sudah turun mencapai 11,12 persen,” ungkapnya.
Ia juga mengakui secara nasional tahun 2022 terdata 26.27 persen, sedang pada tahun 2023 sudah turun 26 persen. Akan tetapi data tersebut hanya berdasarkan sample. Sementara berdasarkan input terhadap kader kesehatan di masing-masing desa riilnya sampai saat ini sudah 11,12 persen.
Dian Prastianingrum menjelaskan, stunting disebabkan banyak faktor. Faktor utamanya adalah prilaku 1000 hari pertama kelahiran dan PMBA yang tidak sesuai. Salah satunya pola makan bayi yang tidak sesuai aturan.
“Sekarang kasusnya terdapat pada prilaku keseharian yang kurang baik dalam perawatan anak. Pola makan yang tidak sesuai aturan, diantaranya durasi makan yang berlebihan karena cara memberi makan yang terlalu lama. Orang tua menyuapi anak dengan cara berjalan jalan merupakan tindakan yang merubah pola makan, sehingga tidak sesuai waktu,” terangnya.
Ia juga menyoroti soal salah asuh anak yang berakibat gizi tidak terpenuhi. Orang tua yang sibuk dan menyerahkan pendampingan anak pada pembantu atau orang tua ibu atau bapaknya juga sering menjadi faktor tidak terpenuhinya gizi bagi anak.
“Yang kita edukasi ibunya. Tapi karena ibunya sibuk bekerja, kemudian soal pemberian makan pada bayi dan anak diserahkan pada pembantu atau orang neneknya, bisa jadi tidak sesuai hasil edukasi. Karena biasanya pengasuh anak ini hanya menginginkan anak tidak rewel, tidak nangis, jadi perilaku yang diberikan kepada anak tidak sesuai,” ujarnya.
Dian berharap dengan program PMBA yang diberikan oleh Fatayat bisa membantu percepatan penurun stunting. Karena menurutnya persoalan stunting bukan hanya tugas pemerintah melalui Kemenkes dan Dinkes, tap juga perlu keterlibatan semua stakeholder.
“Saya baru tahu hari ini, kalau di Fatayat juga memiliki kegiatan terkait kesehatan. Jadi harapan kami, kegiatan orientasi PMBA yang fokus terhadap pencegahan stunting ini dapat teredukasi dengan baik. Bukan hanya menjadi tugas Dinas Kesehatan saja namun tugas multi sektor yang mendukung program Pemerintah dalam menekan angkat stunting di kabupaten Purbalingga,” pungkasnya.(Angga)