MERCUSUAR, 22 Juli 2024 – Eksplorasi NTT rasanya tak lengkap kalo tidak mampir ke Kampung Bena (Bena Traditional Village). Terletak di Desa Tiworiwu, Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, NTT, Kampung Bena adalah salah satu perkampungan dari zaman megalitikum yang masih bertahan hingga kini. Akses ke Kampung Bena paling dekat dari Kota Bajawa, ibu kota Kabupaten Ngada, yang berjarak sekitar 14 km dan dapat ditempuh dengan berkendara sekitar 30 menit. Perjalanan menuju kampung ini melintasi jalanan yang menanjak-menurun dan berkelok-kelok, menambah sensasi petualangan.
Dari Labuan Bajo, perjalanan ke Kota Bajawa memakan waktu sekitar 8 jam dengan jarak tempuh 263 km. Kampung adat ini berada di puncak bukit dengan latar belakang Gunung Inerie (2.245 mdpl) di sisi baratnya. Pintu masuknya terletak di sisi utara, sementara di sisi belakang yang merupakan bagian tertinggi terdapat gazebo di tepi tebing untuk menikmati pemandangan perbukitan dan Laut Sawu di kejauhan. Panjang total wilayah kampung dari utara ke selatan adalah 375 meter, dan lebarnya dari barat ke timur 80 meter, meskipun beberapa sumber menyebutkan 220 meter x 56 meter.

Ada yang tidak biasa di kampung ini, yaitu disaat desa lain berlomba membuat jalan yang halus sampai pelosok RT, di Bena ini justru Jalan aspal hotmix yang mulus yang dulunya sampai dikampung saat ini dipotong agar kendaraan tidak bisa masuk kampung,untuk parkirnya sendiri dipisahkan kalau dari kantor desa Tiworiwu ada
disebelah kanan kampung , barangkali ini upay antuk menjaga kemurnian kampung dan menghindari dari kerusakan atau alasan lain .
Menurut catatan sejarah, Kampung Bena telah ada sejak sekitar 1.200 tahun lalu dan merupakan kampung adat tertua di Flores dengan bentuk bangunan yang tak berubah dari dulu. Masyarakat Kampung Bena masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan para leluhur mereka.
Jumlah rumah adat di Kampung Bena sebanyak 45 unit dan tidak boleh bertambah ujar salah satu pemuda yang saya temui didepan rumahnya, kalau ada yang mau bangun rumah lagi harus pindah dan bangun ditempat lain, ujarnya, rumah rumah tersebut berdiri di atas tanah yang berundak-undak, menyesuaikan dengan kontur alami. Di tengah kampung ada bangunan dari batu atau yang lebih sering dikenal dengan era megalitikum dan secara budaya masih dimanfaatkan oleh warga kampung, pemanfaatan situs tersebut adalah dengan memebri sesaji dan sejenisnya apabila yang berkepentingan punya suatu hajat tertentu, hal tersebut dijelaskan oleh salah guide dari SMK pariwasata setempat Makin ke belakang, ketinggian tanah makin tinggi. Semua rumah terbuat dari kayu dengan atap jerami dan pondasi batu-batu gunung.
Salah satu kebiasaan unik adalah memajang tanduk-tanduk kerbau atau taring babi hutan di dinding depan rumah sebagai penanda status atau kedudukan si empunya rumah. Di halaman tengah kampung ini, sering terlihat hasil ladang dijemur. Warga Kampung Bena, terutama kaum pria, bekerja di ladang kopi, kemiri, cengkeh, dan jagung, disela waktu luang banyak bapak-bapak yang membuat kerajinan gelas dari bahan bambu , sementara kaum wanitanya menenun, momong anak dan memasak dengan bahan bakar kayu menggunakan tungku tradisional.
Ketika mengunjungi Kampung Bena, pengunjung dapat menyaksikan mama-mama (wanita yang telah menikah di Flores) yang sedang menenun. Mereka akan menyambut dengan ramah dan tidak merasa terganggu. Kain tenun hasil karya mereka dijual di depan rumah masing-masing, digantung-gantung. Ini kain tenun yang sangat bagus dan diolah dengan alat tradisional, harganya bekisar Rp 250.000 Ribu keatas, kalau yang kecil mulai dari Rp100.000. Semua kain ini buatan tangan, dengan warna dan motif yang cantik. Kain panjang atau sarung dari pewarna alami juga tersedia.
Wisatawan boleh mulai masuk sejak pukul 08.00-17.00. Tiket masuk untuk wisatawan domestik Rp20.000 per orang, dibayarkan di sebuah rumah kayu di sebelah kiri pintu masuk, di mana pengunjung juga mengisi buku tamu. Selain itu, pengunjung diminta membayar uang sirih pinang per rombongan sebesar Rp20.000. Setelah membayar tiket masuk, pengunjung akan dipinjami selendang atau syal dari kain tenun sebagai simbol telah diterima masuk. Selendang ini harus dikalungkan di leher selama berada di kampung dan dikembalikan saat pulang. Jangan di Tilep karena ini inventaris kampung Bena.
Dalam perjalanan menuju Kampung Bena, Gunung Inerie seolah mengiringi perjalanan. Gunung ini dipercaya warga Kampung Bena sebagai tempat berdiamnya dewa pelindung mereka dan dapat didaki bagi yang berminat.Mengunjungi Kampung Bena adalah pengalaman yang mengesankan, menawarkan pemandangan indah dan kesempatan untuk merasakan langsung kehidupan tradisional yang kaya akan sejarah dan budaya. Sebuah destinasi yang layak untuk dijelajahi saat berada di Flores.( Taf)