Mercusuar.co, Purbalingga – Svara Gangsa kembali merilis garapan musiknya di atas panggung, namun kali menampilkan harapan musik sebagai ilustrasi pengiring pagelaran fashion show, tari dan wayang kontemporer pada acara Symphony Batik Purbalingga 2025, Sabtu (25/10/2025). Pada progres tersebut Svara Gangsa maraton dalam waktu 1 minggu latihan di studio Kie Art, Sidanegara.
“Kami maraton, selama satu Minggu, setiap malam kami bersama tim latihan. Kebetulan teman-teman mudah memahami garapan, jadi waliau dengan waktu yang singkat, semua bisa tergarap dengan sempurna,” ungkap Imam Budi Santoso, musik director Svara Gangsa usai pementasan, Sabtu (25/10/2025).
Ia juga menjelaskan, progres Symphony Batik Purbalingga 2025 merupakan pekerjaan berat. Karena waktu yang terbatas harus melahirkan 6 aransemen sebagai ilustrasi musik pementasan fashion show busana batik, tari Hasta Brata, tari Jiwa Eling dan pagelaran wayang Gawang Naga Tapa.
Melalui kerjasama Imam Budi Santoso selaku aranger musik diatonik (musik 7 nada) bersama Lintang Umah Wayang selaku aranger musik pentatonik (musik 5 nada), aransemen musik klasik-modern hadir memukau ribuan penonton yang hadir di alun-alun Purbalingga.
Keberadaan Svara Gangsa di belakang layar panggung pertunjukkan banyak penonton yang mengira ilustrasi musik yang terdengar aneh, baru, dan penuh harmonisasi tersebut adalah musik rekaman yang diputar melalui perangkat audio.
Di balik layar panggung, Komposisi Musik “Hastabrata”, Svara Gangsa dalam kesempatan ini melibatkan pemusik-pemusik muda Kaligondang, Purbalingga, diantaranya Sulung P, Mas’ud, Arif, Nanda, Galang P, Said, Ebin, Novi N.W, Nugroho B.W, Ipin, Heppy, Adibyo, Lulu, Fia, dan Roro Suhartini sebagai vocalis (sinden).
Dari tangan mereka semua, tarian Hasta Brata dan Jiwa Eling garapan Hening Pambudi Larasati dari sanggar tari tradisional Larasati, Padamara, tampil mencengangkan. Ribuan pasang mata dan telinga penonton larut dalam harmonika yang rancak dan syahdunya musik etnik-modern besutan Imam Budi Santoso dan Lintang.
Pada fashion show busana batik, yang memiliki durasi panjang, Svara Gangsa juga tetap menampilkan ritme yang kuat, tidak kendor dalam menjaga energi irama. Begitu juga pada pementasan wayang Gawang Naga Tapa besutan dalang Dipa Ranu Amerta, dalang muda yang penuh inovasi dan kreasi. Imam dan Lintang memberikan nuansa musik yang tidak pernah terjadi pada pementasan wayang lainnya.
Banyak penonton yang berdecak kagum, mereka meras pagelaran Symphony Batik Purbalingga 2025 sebagai pagelaran yang spektakuler dan berbeda jauh dari pagelaran sebelumnya.
“Musiknya keren. Saya kira musiknya MP3, ternyata live musik,” ujar Zaki Maulana, salah satu pengunjung yang menyaksikan dari awal hingga akhir.
Svara Gangsa memang beda, beda dengan karakter musik yang pernah ada di Purbalingga. Keberadaan Svara Gangsa hampir menguatkan para pemerhati musik dengan adanya group musik Kuno Kini, Quoetnica, Kyai Kanjeng maupun Kyai Ganjur.
Namun Svara Gangsa bukalah jiplakan mereka, Svara Gangsa adalah Svara Gangsa, bukan yang lain. Formasi pemusiknya anak muda, aranger musik perpaduan pentatonik dan diatonik nyaris sempurna. Tidak muncul kutipan dari aransemen kelompok musik yang sebenarnya populer.
Sedang hal yang terbaru pada pagelaran Symphony Batik Purbalingga 2025 adalah irama Hasta Brata yang syair lagunya ditulis oleh Teguh Pratomo, pelaku dan pemerhati sastra yang juga sebagai pejabat pemerintahan di kabupaten Purbalingga.(Angga)





