Menuju Kejayaan Islam Dengan Pemikiran Moderat dan Dinamis

10jmoderat pwr fid
Mercusuar/Dok - Wamenag RI Zainut Tauhid Sa'adi memberikan kenang-kenangan yang diterima oleh Ketua Dewan Senat STAIAN Purworejo, Achmad Chalwani didampingi Ketua STAIAN Purworejo dan Kepala Kemenag Jateng dalam acara Studium Generale di Auditorium KH Nawawi Shiddieq STAIAN Purworejo, kemarin.

MERCUSUAR.CO, Purworejo – Dengan pemahaman agama islam yang moderat dan dinamis, maka islam bisa meraih kembali kejayaannya seperti dahulu. Saat ini pemikiran yang konservatif, kaku dan ekstrim adalah hambatan utama dalam kemajuan islam. Dikarenakan pemikiran tersebut bisa memicu seseorang untuk melakukan tindakan radikal, sehingga mencoreng agama islam yang rahmatan lil alamin. Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Agama Republik Indonesia, Zainut Tauhid Sa’adi saat menjadi narasumber dalam Studium Generale (kuliah umum) di Sekolah Tinggi Agama Islam An Nawawi (STAIAN) Purworejo dengan tema “Menyiapkan SDM Perguruan Tinggi berbasis Pondok Pesantren dalam Mewujudkan Moderasi Beragama”, Sabtu (9/10).

Acara yang digelar di Auditorium KH Nawawi Shiddieq STAIAN Purworejo tersebut juga dihadiri oleh Ketua STAIAN Purworejo, Ashfa Khoirun Nisa beserta jajarannya, Ketua Dewan Senat STAIAN Purworejo, Achmad Chalwani, Kepala Kemenag Provinsi Jawa Tengah, Kepala Kemenag Kabupaten Purworejo dan tamu undangan lainnya.

“Pemahaman agama yang moderat dan dinamis merupakan pijakan yang kuat menuju peradaban islam yang kita cita-citakan, islam dulu pernah berjaya dan jika cara berfikir kita kaku dan ekstrim maka kita akan terus tertinggal,” kata Wamenag RI saat mengisi Studium Generale.

Disampaikan Wamenag, berfikir secara moderat dan dinamis menjadi kekuatan islam untuk kembali menuju kejayaan. Sesungguhnya pada setiap kali umat islam melakukan ibadah sholat, juga secara otomatis mendoakan umat islam lainnya agar senantiasa berada di jalan yang lurus. “Jalan yang lurus itu adalah jalan yang moderat karena tidak melenceng ke kanan atau ke kiri,” sebutnya.
Dikatakan pula, untuk menuju pemikiran moderat, umat islam jangan berfikir yang berlebihan di dalam masalah agama. Ciri-ciri berfikir berlebihan tersebut adalah semangat beragama yang berlebih tanpa diimbangi dengan ilmu dan pemahaman agama yang benar. “Berfikir yang ekstrim adalah berfikir yang berlebih-lebihan, semangat agama sangat tinggi tapi tidak dilandasi sebuah pemahaman yang benar, sehingga hal itu dapat melahirkan pemikiran yang ekstrim,” jelasnya.
Dengan adanya pemahaman yang ekstrim itu, ungkap Wamenag, maka seseorang akan memahami sebuah hadist dan Al Qur’an hanya berdasarkan dengan pemahaman tekstual serta mengabaikan pemahaman yang lebih substansial. “Kalau kita memahami hanya dohirnya saja kita bisa keliru, kita bisa terjebak pada pemahaman yang sempit dan ekstrim,” terangnya.

Sehingga, lanjutnya, seseorang dengan pemikiran ekstrim tersebut merasa dirinya paling benar, menganggap yang lain salah dan bid’ah. Cara berfikir seperti itu bisa menimbulkan pemikiran yang konservatif dan kaku. “Itu yang menjerumuskan orang kemudian untuk bersikap radikal, mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan,” sebutnya.

Dalam mengajak kebaikan, tambahnya, juga harus dengan cara yang baik, tidak dengan cara yang mungkar. Tunjukkan wajah islam yang sebenarnya yakni islam yang rahmatan lil alamin. Oleh karena itu, pihaknya sangat mengharapkan pemikiran moderat itu juga tumbuh dalam generasi muda islam khususnya para mahasiswa di STAIAN ini, agar generasi islam kedepan jauh dari pemikiran yang radikal. “Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, untuk itu dalam berdakwah harus mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul dan dakwah yang mengajarkan bukan dakwah yang menjelekkan. Semoga masa kejayaan islam bisa kita raih kembali,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua STAIAN Purworejo, Ashfa Khoirun Nisa mengemukakan, saat ini penguatan moderasi beragama dalam pendidikan tinggi menjadi tuntutan global, apalagi pendidikan tinggi keagamaan. Pendidikan tinggi harus memiliki aksi dan konsep terkait moderasi agama dikarenakan agama memiliki pengaruh besar dalam berbagai sektor kehidupan.

“Tapi kadang peran agama diekspresikan oleh sebagian penganutnya secara radikal, akibatnya agama dipahami sesuai teks dengan apa adanya tanpa dilakukan interpretasi atau tafsir secara holistik,” jelasnya.

Oleh karena itu, ungkapnya, moderasi agama menjadi penting. Interpretasi dan tafsir yang holistik akan melahirkan kemaknaan yang universal sesuai dengan konteks yang bisa diaktualisasikan dalam kehidupan. Pendidikan tinggi kegamaan islam juga sangat menekankan paham islam moderat. “Pendidikan tinggi memiliki peran menyiapkan SDM yang berkualitas. Dalam pendidikan tinggi berbasis agama, maka kami memiliki peran menanamkan nilai agama dan mengaktualisasikannya, dengan begitu akademisi akan dijaga oleh nilai yang tertanam itu,” paparnya.

Disisi lain, disampaikan juga bahwa STAIAN Purworejo adalah perguruan tinggi berbasis pesantren yang saat ini memiliki 4 Fakultas. Saat ini STAIAN juga tengah mengajukan alih status menjadi Institut. “Untuk mendukung proses itu, ada 3 dosen yang menyelesaikan program doktor dan 10 dosen sedang melanjutkan studi doktoral,” ungkapnya.

Ketua Dewan Senat STAIAN Purworejo, Achmad Chalwani menyampaikan, STAIAN saat ini tengah fokus untuk menjadi perguruan tinggi yang lebih maju lagi baik dari segi SDM maupun Infrastruktur. Pengasuh Pondok Pesantren An Nawawi Berjan tersebut juga meminta doa dan dukungan penuh kepada Kementerian Agama RI dalam memajukan perguruan tinggi ini. “Terutama dari segi infrastruktur dan juga dalam pengajuan alih status tadi yang telah disampaikan, kami mohon doa dan dukungannya,” katanya.

Pos terkait