Lestari Bakdo Sapi, Tradisi Unik Boyolali Rayakan Lebaran

wfig0ptjgkzbo6p

Mercusuar, Semarang– Bakdo Sapi atau Lebaran Sapi adalah sebuah tradisi unik di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Tradisi diadakan setiap lebaran Syawal dalam penanggalan hijriah (Maret/Red) terus dilestarikan sejak zaman nenek moyang.

Warga desa di kawasan lereng Gunung Merapi itu, menggelar tradisi Syawalan tepat di hari kedelapan Lebaran. Hal unik yang menjadi ciri khas dalam rangkaian kegiatan Bakdo Sapi adalah adanya arak-arakan ratusan sapi dan kambing milik warga.

Hewan-hewan ternak itu diangon atau digembalakan dengan berkeliling kampung. Sebagian hewan ternak itu diberi kalung ketupat dan sebelum diarak, sapi dan kambing itu diberi minyak wangi.

“Tradisi ini terus dilaksanakan warga setiap tahunnya. Bakdo Sapi sudah ada sejak zaman nenek moyang,” ujar Jaman, sesepuh setempat ditulis, Sabtu (19/4/2025)

Acara ini digelar di akhir perayaan Lebaran atau di H+7 Lebaran. Yakni, bertepatan dengan kupatan (ketupat) atau syawalan.

Oleh masyarakat setempat, tradisi ini juga biasa disebut bakdo kupat. Disebut bakdo kupat karena hari ini warga juga menggelar kupatan atau bakdo syawal.

Terkait hewan ternak dibawa warga keliling kampung karena ada sebuah kepercayaan. Bahwa pada hari itu, warga percaya Nabi Sulaiman memeriksa hewan-hewan ternak milik warga.

Tradisi ini diawali dengan kenduri menggunakan ketupat berikut sayur dan lauknya, yang berlangsung di jalan utama Dukuh Mlambong. Selesai kenduri, warga kemudian membawa sapi-sapinya keliling kampung.

Saking banyaknya sapi yang dibawa, jalan di kampung itu seakan dipenuhi sapi. Di belakangnya kelompok kesenian reog, lalu para pemuda dengan mengenakan pakaian tradisional, disusul arak-arakan sapi.

Bahwa pada hari itu, warga percaya Nabi Sulaiman memeriksa hewan-hewan ternak milik warga.

Tradisi ini diawali dengan kenduri menggunakan ketupat berikut sayur dan lauknya, yang berlangsung di jalan utama Dukuh Mlambong. Selesai kenduri, warga kemudian membawa sapi-sapinya keliling kampung.

Saking banyaknya sapi yang dibawa, jalan di kampung itu seakan dipenuhi sapi. Di belakangnya kelompok kesenian reog, lalu para pemuda dengan mengenakan pakaian tradisional, disusul arak-arakan sapi.

Wujud syukur

Jaman mengemukakan, tradisi itu juga merupakan wujud syukur kepala Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rezekinya melalui hewan ternak sapi. Sekaligus memohon kepada Tuhan agar hewan-hewan ternak yang dipelihara warga dapat berkembang biak dengan baik.

Ternak sapi, khususnya sapi perah, telah mampu menopang rezeki warga. Itu sebabnya, “Tradisi ini juga merupakan wujud warga memuliakan hewan ternaknya, sebagai tanda syukur kepada Allah SWT,” ujar Jaman.

Hal unik lainnya adalah dengan dikumpulkannya sapi-sapi yang ada. Diharapkan sapi betina cepat birahi sehingga bisa cepat bunting (mengandung) lagi dan berkembang biak.

Pos terkait