Garuda “Sayap Pembebasan” Menguak Kisah Penebusan dan Spiritual di Relief Candi Sukuh

166ef94f 66bd 4584 aaad a58210ccb2b1

MERCUSUAR, Karanganyar – Relief kuno Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu kembali menjadi sorotan, setelah diinterpretasikan ulang menjadi sebuah karya seni monumental yang bertajuk “Garuda atau Garudheya: Sayap Pembebasan dari Candi Sukuh”.

Karya ini bukan sekadar pementasan ulang legenda, melainkan refleksi mendalam tentang perjuangan manusia menuju kebebasan jiwa yang tersembunyi dalam pahatan candi.

Narasi Epik dari Lawu: Membebaskan Winata dari Belenggu Kadru

Dr. Fawarti Gendra Nata Utami S.Sn., M.Sn., penggagas utama proyek ini, mengungkapkan bahwa kisah ini berakar pada relief Candi Sukuh, tempat mitos, nilai-nilai kebijaksanaan Jawa kuno, dan narasi epik Mahabharata berpadu. Fokus utamanya adalah legenda Garudheya, sang burung suci, yang merupakan putra dari pasangan Kasyapa dan Winata.

“Garudheya sejak awal menyaksikan penderitaan ibunya, Winata, yang diperbudak oleh saudaranya sendiri, Kadru,” jelas Dr. Fawarti. “Untuk menebus kebebasan sang ibu, Garudheya menjalani perjalanan spiritual dan heroik demi mendapatkan tirta amerta, air kehidupan yang menjadi tebusan bagi Winata, “ungkapnya.

Perjalanan Garudheya digambarkan sebagai serangkaian ujian berat. Ia harus melintasi api, samudra, dan dunia para dewa, rintangan yang secara simbolis menyingkap kekuatan batin dan kesetiaannya. Dalam sendratari yang menginterpretasikannya, ditampilkan perpaduan gerak tari yang lembut namun penuh kekuatan, mewujudkan transformasi Garudheya.

Candi Sukuh sendiri, dengan relief dan simbol-simbol kesuburannya yang khas, hadir sebagai latar filosofis. Simbol-simbol ini menegaskan makna penyucian diri, keseimbangan alam, dan perjuangan melawan belenggu nafsu.

Karya seni ini menegaskan bahwa “Garuda: Sayap Pembebasan dari Candi Sukuh” melampaui kisah heroik biasa. Ini adalah refleksi tentang pencarian jati diri yang universal.

“Sayap Garuda yang kami tampilkan bukan hanya sayap jasmani, tetapi juga lambang kesadaran,” tutup Dr. Fawarti. “Ini mengajarkan kita bahwa kebebasan sejati terletak pada keberanian untuk melampaui batas diri dan menggapai cahaya dharma.”

Penafsiran baru ini diharapkan dapat memicu minat publik, khususnya generasi muda, untuk melihat warisan budaya seperti Candi Sukuh, bukan hanya sebagai peninggalan bersejarah, tetapi sebagai sumber inspirasi filosofis dan spiritual yang relevan hingga saat ini. (hrs)

Pos terkait