Sejarah Desa Trunyan, Pemakaman Unik Tanpa Dikubur

Desa Trunyan
pemakaman Desa Trunyan

MERCUSUAR.CO, BaliDesa Trunyan ialah sebuah desa di Kecamatan Kintamani, Bangli, bali, yang mempunyai tradisi pemakaman unik. Masyarakat yang meninggal tidak dikubur ataupun dikremasi, melainkan cuma ditaruh di bawah pohon Taru Menyan. Tumbuhan inilah yang nantinya mampu menghilangkan bau jenazah yang terletak di sana.

Tetapi, tidak semua jenazah bisa diperlakukan demikian. Ada sebagian persyaratan yang wajib dipenuhi. Simak data sepenuhnya mengenai Desa Trunyan yang dirangkum dari bermacam sumber berikut ini.

Bacaan Lainnya

Sejarah Desa Trunyan

Sejarah Desa Trunyan bermula ketika seorang Raja Surakarta memiliki 4 orang anak. Anak- anak tersebut terdiri dari 3 lelaki serta satu wanita. Sesuatu hari, keempat anak tersebut mengendus bau harum serta si anak bungsu perempuan berkata kalau bau tersebut berasal dari timur.

Mereka berempat juga berangkat mengarah arah timur sampai tiba di Bali. Perjalanan dilanjutkan hingga sampai di Gunung Batur. Si bungsu memohon izin kepada ketiga kakaknya buat menetap di situ serta mendapat gelar Ratu Ayu Mas Maketeg.

Dalam perjalanan berikutnya, terjadi pertikaian antara anak pertama serta ketiga. Pertengkaran tersebut membuat anak ketiga ditendang sampai terduduk bersila. Pose tersebut dapat dilihat ketika melangkah ke Desa Kedisan, Pura Dalem Pingit. Anak ketiga juga diberi gelar Ratu Sakti Sang Hyang Jero.

Berlanjutlah perjalan dengan tersisa 2 orang putra. Sesampainya di Danau Batur, anak kedua mau menyapa perempuan menawan yang mereka temui. Tetapi, dicegah oleh anak pertama serta terjadilah adu mulut disertai kejadian yang sama seperti sebelumnya. Pas di tempat tersebut dinamakan selaku Desa Abang Dukuh.

Anak pertama melanjutkan perjalanan sendirian, sampai akhirnya mencapai Pohon Taru Menyan. Di situ terdapat seseorang wanita yang cantik serta menawan yang mempesona.

Anak pertama mempunyai hasrat buat memilikinya, sang wanita setuju serta mereka pun menikah. Anak pertama diberi gelar Ratu Sakti Pancering Jagat.

Konon, dia jadi dewa tertinggi di Desa Trunyan. Sebaliknya, sang istri memperoleh gelar Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar yang jadi pelindung Danau Batur.

Ratu Sakti Pancering Jagat mau mengamankan daerahnya dari ancaman pihak luar. Sehingga, pada saat ada yang meninggal, jenazahnya tidak dikubur melainkan ditaruh di dekat Pohon Taru Menyan.

Pohon itulah yang menyamarkan bau jenazah dengan menghasilkan bau harum. Dari sanalah sejarah Desa Trunyan yang diambil dari 2 kata. Taru berarti pohon serta Menyan berarti harum.

Lokasi dan Daya Tarik

Desa Trunyan merupakan suatu desa yang terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Buat mencapai Desa Trunyan, detikers wajib menyeberang lewat Desa Kedisan memakai perahu.

Daya tarik Desa Trunyan yakni tradisi pemakaman yang sangat berbeda. Jenazah di Desa Trunyan cuma diletakkan di bawah Taru Menyan dengan dipagari anyaman bambu serta ditutupi dengan kain putih.

Walaupun demikian, jenazah tidak menimbulkan bau busuk serta tidak dihinggapi oleh lalat, ulat, dll. Perihal ini disebabkan oleh keberadaanTaru Menyan( pohon kayu Menyan) yang bisa menghasilkan aroma harum serta mampu menyembunyikan bau busuk pada jenazah.

Desa Trunyan mempunyai 3 kuburan yang diperuntukkan untuk 3 jenis kematian yang berbeda. Apabila seorang masyarakat Trunyan meninggal secara wajar, sudah menikah, serta anggota badannya lengkap akan dimakamkan secara Mepasah( ditaruh di bawah Taru Menyan) di Sema Wayah.

Apabila kematiannya tidak wajar semacam karena kecelakaan, bunuh diri, ataupun dibunuh orang maka mayatnya akan diletakkan di Sema Bantas. Sedangkan, penguburan bayi, anak kecil, ataupun masyarakat yang telah dewasa namun belum menikah akan dimakamkan di Sema Muda.

Pos terkait