MERCUSUAR.CO, Jakarta – Wregas Bhanuteja, melalui film “Budi Pekerti,” kembali memamerkan kepiawaiannya dalam bercerita. Ia menghadirkan kisah yang menyentuh dan mendalam mengenai fenomena “cancel culture,” dengan latar Yogyakarta, kampung halamannya sendiri.
Wregas menggabungkan memori masa kecilnya di Yogyakarta dengan referensi masa kini, menciptakan latar yang memainkan peran penting dalam menghidupkan cerita. Keputusan ini membantu menciptakan nuansa lokal yang kuat dalam kisah keluarga Bu Prani.
Film ini brilian dalam menyajikan dialog yang hampir seluruhnya berbahasa Jawa. Semua karakter berinteraksi dengan lancar, bahkan dalam penggunaan aksen yang autentik.

Angga Yunanda, dengan penampilan autentik sebagai Muklas, menjadi sorotan. Ia berhasil berubah total dari citra rupawan menjadi karakter yang unik dan autentik.
Selain Angga, pujian layak diberikan kepada keempat pemeran utama lainnya, khususnya Sha Ine Febriyanti yang memainkan peran Bu Prani dengan sempurna.
Budi Pekerti juga sukses membawa isu-isu universal dan relevan dengan cerita yang mendalam. Film ini menggambarkan bagaimana tindakan di internet bisa berdampak besar pada kehidupan seseorang.
Wregas tidak hanya menyoroti isu-isu tersebut dengan baik, tetapi juga menghadirkannya dengan narasi yang beragam dan elemen visual yang menarik.
Film ini memuaskan penonton dengan adegan penutup yang emosional, didukung oleh musik latar yang tepat. Kolaborasi antara Wregas Bhanuteja dan Gardika Gigih dalam film ini adalah pilihan yang brilian.
Dengan banyaknya pujian dan 17 nominasi di Festival Film Indonesia 2023, “Budi Pekerti” memiliki potensi besar untuk meraih penghargaan yang layak, mengingat kualitas dan dampaknya pada penonton.