MERCUSUAR.CO, Kebumen – Desa Bonjoklor, yang terletak di Kecamatan Bonorowo, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, menjadi sorotan sebagai sentra sejarah di perbatasan antara Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purworejo.
Desa ini memiliki karakteristik unik dengan berbagai Dusun/Pedukuhan yang kaya akan legenda dan sejarahnya.
Dengan jarak sekitar 21 km dari pusat Kabupaten Kebumen yang dapat ditempuh dalam perjalanan darat selama 33 menit, Desa Bonjoklor terletak strategis.
Medan jalan yang baik, terutama di dataran rendah, membuat akses ke pusat Kecamatan Bonorowo yang berjarak sekitar 3 km menjadi lebih mudah.
Desa Bonjoklor terdiri dari 6 Dusun/Pedukuhan, 7 RW, dan 22 RT, dengan batas wilayah yang jelas. Di sebelah Utara, berbatasan dengan Desa Mrentul; di Selatan, berdekatan dengan Desa Bonjokkidul; di Barat, berbatasan dengan Desa Ngabean; dan di Timur, berbatasan dengan Desa Kunirrejo Kulon dan Desa Tlogorejo.
Beberapa Dusun/Pedukuhan yang mencirikan Desa Bonjoklor melibatkan legenda dan tokoh-tokoh bersejarah. Antara lain:
Dusun Tamansari
Daftar isi
Dusun Tamansari berada di bagian barat, berbatasan dengan Desa Ngabean. Tokoh utamanya adalah Malangkerso, yang menjadi pemimpin pedukuhan ini.
Dusun Jayan Kidul
Dusun Jayan Kidul Memiliki tokoh bernama Kriyo, yang bersama istrinya membuka wilayah yang dulunya hutan (wono), dikenal sebagai Wonokriyan.
Dusun Jayan Tengah
Diketuai oleh Nolo Suto, tokoh tertua di wilayah Krajan (Jayan). Kehidupannya diwarnai oleh kehadiran putri cantik bernama Roro Kemuning.
Dusun Jayan Lor
Tokoh utamanya adalah Raden Ajeng Roro Tabelunsari, yang berasal dari keluarga kraton. Kisahnya yang menarik menciptakan legenda di daerah ini, dikenal dengan sebutan “ketiblon” (Jayan Lor).
Sejarah Desa Bonjoklor
Legenda dan sejarah ini menyatu dalam proses penggabungan pedukuhan di Desa Bonjoklor, yang kemudian dinamakan Bonjok. Nama ini berasal dari kata “Boni,” yang artinya pepethahan (kelompok masyarakat), dan “Joki,” yang artinya penumpang atau pendatang dari tempat atau kelompok lain.
Ki Nolo Suto, sebagai tokoh tertua, memimpin pertemuan antara tokoh dari berbagai wilayah pedukuhan dan menyepakati penggabungan pedukuhan.
Seiring waktu, Roro Kemuning, setelah menerima ilmu dari ayahnya, mendirikan padepokan di Bonjok Kidul untuk menyebarkan ilmunya.
Desa Bonjoklor, dengan dua bagian utara (Bonjok Lor) dan selatan (Bonjok Kidul), menjadi bukti hidup warisan sejarah dan budaya yang terus diperjuangkan dan dijaga oleh masyarakat setempat.