Prof Ahmad Rofiq: Ramadhan Spirit Fitrah Untuk Keharmonisan Bangsa

images 6

Mercusuar.co, Semarang – Prof Dr H Ahmad Rofiq MA yang merupakan Guru Besar Hukum Islam Pascasarjana UIN Walisongo, Ketua PW Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Rumah Sakit Islam-Sultan Agung (RSI-SA) Semarang, Koordinator Wilayah Indonesia Tengah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pusat dan Anggota Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Pusat.

Prof Dr H Ahmad Rofiq MA, Guru Besar Hukum Islam Pascasarjana UIN Walisongo Semarang itu, membuat artikel yang berjudul “Ramadhan Spirit Fitrah untuk Keharmonisan Bangsa”.

Bacaan Lainnya

Prof Dr H Ahmad Rofiq MA, Guru Besar Hukum Islam Pascasarjana UIN Walisongo Semarang menyatakan, Senin (02/05/2022). Bangsa Indonesia dan berbagai belahan dunia, serentak merayakan hari kemenangan.

Menurut Prof Ahmad Rofiq, perayaan hari kemenangan itu terjadi setelah umat muslim menjalani penempaan dan penyucian dosa melalui ibadah puasa satu bulan di Bulan Ramadhan.

Prof Ahmad Rofiq yang juga Ketua PW Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Jawa Tengah itu menambahkan, bahwa Idul Fitri 1443 H merupakan hari dikembalikannya manusia yang beriman kepada fitrah kesucian, laksana bayi yang baru saja dilahirkan dari rahim ibu.

“Ramadhan berarti membakar, segala dosa dan karat yang melumuri diri kita, melalui pengendalian diri dan nafsu, menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri,” kata Prof Ahmad Rofiq.

Semua itu demi ketaatan kepada Allah SWT dan RasulNya, dengan penuh keimanan dan ketaqwaan.

Ramadhan, bulan penuh rahmah, maghfirah, dan kesempatan untuk melipatgandakan pahala ibadah, segera meninggalkan kita. Bulan yang terdapat malam lailatul qadar, yang lebih mulia dari seribu bulan.

Hanya mungkin karena ketidakpahaman kita atas keutamaan bulan Ramadhan, kita merasa senang.

Rasulullah saw berpesan: “Seandainya umatku memahami rahasia dan keutamaan yang ada dalam bulan Ramadhan, sungguh mereka akan mengharapkan setahun penuh menjadi bulan Ramadhan”. 

Kegembiraan dan kesedihan, ibarat dua sisi mata uang, yang tidak bisa dipisahkan. Gembira muncul karena kita memahami dan terbebas dari himpitan kesedihan. Kita sedih, karena kita merasa, tidak bisa mencapai apa yang kita inginkan.

Kita yakin haqqul yaqin, bahwa Allah ‘Azza wa Jalla, telah melimpahkan pengampunan atas dosa-dosa kita yang lalu, dan karena itulah kita hari ini kembali kepada kesucian fitrah kita.

Mari kita jaga spirit fitrah kita, untuk menorehkan tinta mas dalam lembaran sejarah perjalanan hidup kita.

Jika Kita jadikan momentum yang indah ini, sebagai peluang untuk mengisi bulan Syawal dan seterusnya dengan semangat atau ruh puasa Ramadhan dan spirit fitrah, untuk meraih prestasi, dan menuai kemenangan sejati, demi mewujudkan untuk menjaga persatuan dan keharmonisan bangsa Indonesia.

Menurut Prof Ahmad Rofiq, Ibn Sina seorang filosuf Muslim melukiskan tentang fitrah manusia dalam al-Isyarat wa al-Tanbihat sebagai berikut:

“Orang yang fitri, menjadi seorang ‘arif, yang bebas dari ikatan raganya. Dalam dirinya terdapat sesuatu yang tersembunyi, namun dari dirinya sendiri tampak sebagai sesuatu yang nyata.”

“Ia selalu gembira dan banyak senyum.” Betapa tidak! Sejak ia mengenal-Nya, hatinya telah dipenuhi oleh kegembiraan.

Dengan melihat Yang Maha Suci, semua dianggapnya sama, karena semua sama-sama makhluk Allah. Wajar jika semua mendapatkan rahmat, baik yang taat maupun yang bergelimang dosa.

Ia tidak akan mengintip-intip kelemahan orang, tidak pula mencari-cari kesalahannya. Ia tidak akan marah, tidak pula tersinggung, walaupun melihat yang mungkar sekalipun, karena jiwanya selalu diliputi oleh rasa kasih sayang, dan karena ia memandang keindahan, ia memandang sir Allah (rahasia Allah) terbentang di dalam qudrat-Nya.

Bila ia mengajak kepada kebaikan, ia akan melakukannya dengan lemah lembut tidak dengan kekerasan. Tidak pula dengan kecaman, kritikan yang melukai atau ejekan.

Ia akan selalu bersifat dermawan. Betapa tidak, karena cintanya kepada benda tidak berbekas lagi.

Ia akan selalu menjadi pemaaf. Betapa tidak, karena dadanya sedemikian lapang, sehingga tidak ada tempat lagi baginya berbuat kesalahan kepada orang lain.

Ia tidak akan menjadi pendendam. “Bagaimana ia mampu mendendam, sedang seluruh ingatannya hanya tertuju kepada Yang Maha Suci lagi Maha Agung itu”.

Prof Ahmad Rofiq menambahkan, kesucian adalah gabungan dari tiga unsur, yakni: benar, baik, dan indah, sehingga seseorang yang beridul fithri atau “kembali kepada kesucian” akan selalu berbuat yang benar, baik dan indah.

Bahkan lewat kesucian jiwanya itu ia memandang segalanya dalam pandangan positif. Ia akan selalu berusaha mencari sisi-sisi yang baik, benar, dan indah.

Apabila seseorang hatinya telah diliputi ketiga hal tersebut, maka kehidupan ini terasa berkah, karena tiada hari tanpa usaha berbuat kebaikan kepada orang lain.

Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan dalam QS. Ali Imran (3): 103: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.

Di era media sosial dan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, kecerdasan artisifisial sudah mengambil alih sebagian pekerjaan manusia, maka kita perlu menjaga fitrah kita untuk mengendalikan diri demi mewujudkan kerukunan dan keharmonisan bangsa ini.

Media sosial sering beralih fungsi menjadi instrument perpecahan, karena untuk kepentingan buzzer, menebar hoax, perundungan orang lain, dan bukan tidak mungkin menimbulkan perpecahan dan bahkan konflik horizontal.

Perpecahan bangsa hanya akan menarik mundur ke belakang, dan kita akan berhadapan dengan situasi yang mengerikan, dan mundur ratusan dan bahkan ribuan tahun, jika kita terjebak pada konflik horizontal, seperti yang dialami saudara kita di Kawasan timur tengah. 

Alquran memberikan panduan yang sangat detail dalam :

QS. Al-Hujurat (10): Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

QS. Al-Hujurat (11). Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.

Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik.
Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.

Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

QS. Al-Hujurat (12). Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.

Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.

Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?, Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.

Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Dan untuk meraih kemuliaan di sisi-Nya dan membangun keharmonisan bangsa Indonesia, Allah SWT menegaskan:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Hujurat, 49:13).

Manusia diberi amanat sebagai khalifah di muka bumi ini, dan sebagai khaira ummah, umat yang terbaik, karena tugas dan fungsinya amar ma’ruf, nahi munkar, dengan dasar iman ia aktif dan proaktif mengerjakan berbagai kebajikan” (QS.Ali ‘Imran, 3:114).

Selagi di antara kita masih suka mengejek, merundung, memfitnah sesama, laksana “memakan daging saudaranya yang sudah menjadi mayat”, yang bagi orang yang berakal sehat, pasti jijik dan tidak akan tega melakukannya. Na’udzu bi-Allah.

Mari kita jaga spirit fitrah kita untuk membangun keharmonisan bangsa, melalui silaturahim.

Kita perkokoh kerukunan dan keharmonisan bangsa berdasar persaudaraan sesama muslim (ukhuwah Islamiyah), sesama warga negara-bangsa (ukhuwwah wathaniyah), dan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniyah). Semoga bangsa Indonesia terus damai, rukun, dan harmonis.

Dan itulah makna hakiki dari hikmah ibadah puasa kita dan kebahagiaan kita ber-Idul Fitri 1443 H. 

Selamat Idul Fitri 1443 H, mohon maaf lahir dan batin,Taqabbala Allah minna wa minkum ya Karim.(dj)

Pos terkait