Sejarah Panjang Banjir Kepung Kota Semarang

Sejarah Panjang Banjir Kepung Kota Semarang
Sejarah Panjang Banjir Kepung Kota Semarang

MERCUSUAR.CO, Wonosobo – Juli, seorang penduduk Genuksari, Semarang, baru saja pulang ke rumah setelah mengisi ulang daya ponselnya di rumah salah satu keluarganya.

Setelah berjalan sejauh satu kilometer, Juli harus menaiki perahu karet milik Damkar Semarang untuk pulang melewati genangan banjir menuju rumahnya. Dia adalah salah satu dari ribuan korban banjir di Kecamatan Genuk, Semarang, Jawa Tengah, yang harus bertahan tanpa listrik dan air bersih selama tiga hari.

Bacaan Lainnya

Pemadaman listrik dilakukan untuk menghindari korsleting di area terdampak banjir, sehingga Juli terpaksa mencari akses listrik di kelurahan lain yang tidak terkena pemadaman.

“Selama tiga hari itu, hujan terus-menerus dari pagi hingga malam, dan kondisi sudah gelap gulita. Area Gebanganom benar-benar terisolasi; listrik dan air mati, dan saya harus bergantung pada tetangga di sebelah yang masih punya listrik, yaitu di RT sebelah di kawasan Gebangsari, bukan di Genuksari,” keluh Juli.

Juli melaporkan bahwa air di depan rumahnya naik hampir mencapai satu meter, tetapi dia memilih bertahan di rumah daripada mengungsi.

Amelia, seorang mahasiswi Universitas Sultan Agung Semarang, juga mengeluhkan banjir yang melanda Kota Semarang sejak Rabu (13/3/2024). Rumah kosnya di Tambakrejo, Gayamsari, Kota Semarang, ikut terendam banjir, menyulitkan aktivitas sehari-harinya.

Menurut Amelia, banjir tahun ini lebih parah daripada tahun sebelumnya. Bahkan, dia sendiri sempat mengalami demam dan flu akibat banjir. Tidak hanya itu, dia juga kesulitan mencari makanan siap santap selama beberapa hari terakhir.

“Selama puasa, saya hanya bisa makan Indomie,” katanya.

Namun, meskipun mengalami kesulitan, dia enggan mengungsi karena takut terpisah jauh dari lingkungan kampusnya.

Banjir di Semarang juga mengganggu layanan kereta api. Sebanyak 10 rangkaian kereta api dari Stasiun Tawang Semarang harus dibatalkan perjalanannya pada Jumat (15/3/2024).

Manager Humas KAI Daop 4 Semarang, Franoto, mengatakan bahwa meskipun banjir sudah surut, masih ada genangan air yang cukup tinggi di petak jalan Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng – Stasiun Alastua ke arah timur atau arah Surabaya/Solo/Cepu.

Selain itu, banjir di Kota Semarang juga menyebabkan kemacetan hingga 16 kilometer di jalur Pantura, Demak, Jawa Tengah, pada Kamis (14/3/2024).

Pada hari yang sama, sebanyak 76 sekolah dasar di 10 kecamatan terdampak banjir diliburkan karena bangunan sekolahnya terendam banjir.

Banjir juga merendam Kota Lama Semarang dengan ketinggian hingga 60 sentimeter, menyebabkan lumpuhnya aktivitas ekonomi.

Kondisi banjir yang sering terjadi di Semarang menjadi perhatian, bahkan dijadikan lirik lagu Jawa yang dinyanyikan oleh Waldjinah pada tahun 1967. Lagu tersebut menegaskan bahwa banjir adalah bagian dari kehidupan sehari-hari di Semarang.

Meskipun beberapa proyek normalisasi telah dilakukan, seperti proyek normalisasi Sungai Banjir Kanal Timur yang diresmikan oleh mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, banjir masih menjadi masalah yang terus berulang di Kota Semarang.

Pada Februari 2021, banjir bahkan merendam kantor Pemprov Jateng, tempat Ganjar beraktivitas, bersama dengan kawasan Simpang Lima Semarang dan sejumlah jalan protokol lainnya, menyebabkan gangguan lalu lintas yang serius.

Kota Semarang, dikenal dengan julukan Venetia van Java atau Venesia dari Jawa karena sungainya yang melintas di tengah kota, menghadapi masalah banjir yang kompleks, dipicu oleh berbagai faktor seperti penurunan tanah, kenaikan permukaan air laut, dan pembangunan yang tidak terkendali.

Banjir di Semarang bukanlah fenomena baru. Sejarah mencatat banjir bandang yang terjadi pada tahun 1990 dan 1993, menyebabkan kerugian besar baik secara materiil maupun korban jiwa. Faktor-faktor seperti topografi yang tidak seragam dan penurunan tanah menjadi penyebab utama banjir rob yang terus mengancam kota ini.

Hingga Maret 2024, banjir masih menjadi ancaman rutin bagi Kota Semarang, mengingatkan penduduknya akan lagu yang telah menjadi bagian dari identitas kota mereka, “Semarang Kaline Banjir”.

Pos terkait