MERCUSUAR.CO, Purworejo – Sebanyak 50 warga mengeruduk RSUD Dr Tjitrowardojo pada Minggu (23/1) pagi. Hal itu dilakukan lantaran rumah sakit dinilai arogan dan ada keterlambatan penanganan dalam melayani pasien wanita hamil atas nama Sri Wasiati (39) warga desa Mlaran, kecamatan Gebang.
Pihak keluarga juga membeberkan bahwa pihak rumah sakit sempat meminta keluarga pasien untuk tanda tangan pernyataan Covid-19 agar pasien bisa segera ditangani dan penanganannya gratis. Namun pihak keluarga menolak dan meminta dipindah ke rumah sakit lain. Namun nahas dalam proses pemindahan tersebut anak di kandungan Sri Wasiati meninggal dunia.
Salah satu anggota keluarga pasien, Masrukhin (43) mengatakan bahwa penyebab warga tidak terima dan mendatangi RSUD Dr Tjitrowardojo karena pihak rumah sakit dinilai arogan dan keterlambatan penanganan saat melayani pasien atas nama Sri Wasiati yang hamil 8 bulan lebih dan akhirnya bayi dalam kandungan Sri Wasiati meninggal. Menurutnya, salah satu tenaga medis di rumah sakit tersebut juga sempat marah-marah dan melontarkan kata-kata yang menyakiti hati keluarga pasien. Padahal tenaga kesehatan memiliki kode etik dalam melayani pasien dan tidak sepantasnya arogan terhadap pasien.
“Iya (ada arogansi dan keterlambatan penanganan). Iya (dari pihak rumah sakit) yang ngata-ngatain itu, dikatain mana tadi yang pakai sarung gitu. Lalu waktu pihak keluarga ada yang bilang sehat, sakit, mati itu dari Allah, sana malah nyangkalnya lha kok (bawa-bawa) Allah, itu kata-kata seperti itu kan arogan, tapi kita belum tahu itu (tenaga medisnya) siapa karena keluarga juga panik, yang jelas shiftnya tadi malam sekitar jam 9. Tadi yang kesini (RSUD) sekitar 50 orang,” jelasnya.
Masrukhin juga menceritakan kronologi penanganan rumah sakit kepada pasien ibu hamil tersebut. Awalnya Sri Wasiati mengalami sakit dan dibawa ke bidan desa. Setelah itu pasien dirujuk oleh puskesmas setempat untuk dibawa ke RSUD Dr Tjitrowardojo. Pihaknya juga dengan tegas meminta kepada pihak rumah sakit untuk memperbaiki pelayanannya agar kejadian fatal seperti ini tidak kembali terjadi.
“iya itu kemarin awalnya kita disuruh tanda tangan Covid, apa itu bahasanya nggak tahu, tapi intinya pihak rumah sakit bilang kalau kita mau tanda tangan langsung ditangani, langsung di (operasi) caesar dan itu gratis, tapi kita menolak dicovidkan, lalu kita bawa pasien ke rumah sakit Ananda, dari Ananda angkat tangan lalu dibawa kembali ke RSUD, tahu meninggal sekitar jam 10 malam setelah dari Ananda, waktu dibawa ke Ananda masih hidup katanya, tapi begitu sampai sini katanya sudah meninggal,” terangnya.
Suami dari Sri Wasiati, Ahmad Afandi (41) mengatakan bahwa sebelumnya istrinya tidak pernah punya riwayat penyakit paru-paru. Namun, sebelum dibawa ke rumah sakit istrinya sempat sakit dan mengeluhkan ada permasalahan dalam pernafasan. “Awalnya itu, nafas, keluar keringat dingin, batuk-batuk, awalnya waktu dibawa ke bidan belum.parah, tapi kemarin langsung drop, lalu di bawa ke rumah sakit. (Tapi) pelayanannya malah menjurus mau ke Covid, belum tahu Covid apa engga tapi mau dibawa ke ruang isolasi gitu, lalu dari keluarga nggak mau, keluarga keberatan karena tidak bisa ditunggu dan dijenguk,” katanya.
Sementara itu Susanto, Duty Manager RDUD Dr Tjitrowardojo saat dimintai keterangan hanya menjelaskan bahwa untuk jawaban dari rumah sakit terkait kasus tersebut akan disampaikan besok pada Senin 24 Januari 2022.
“Maaf ini tadi saya sudah komunikasi dengan Wadiryan dan Humas kami jadi untuk pemberian jawaban rencananya besok untuk memberikan jawaban (konferensi pers),” katanya.