MERCUSUAR.CO, Purworejo – Pemerintah melalui BPJS Kesehatan telah menonaktifkan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kartu Indonesia Sehat (KIS) kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Penonaktifan itu juga berlaku untuk penerima kepesertaan JKN KIS kategori PBI yang ada di Kabupaten Purworejo. Untuk dapat menggunakanya kembali, warga harus mereaktivasi melalui Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsosdalduk KB) Kabupaten Purworejo.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinsosdalduk KB Kabupaten Purworejo, Ahmad Jainudin, saat dikonfirmasi di kantornya, Rabu (19/1). Disebutkan, secara nasional ada dua jenis jaminan kesehatan. Pertaa yakni JKN mandiri yang dibayar sendiri dan diberikan kepada orang yang mampu. Kedua, JKN PBI yakni jaminan kesehatan yang iuranya dijamin oleh pemerintah dan hanya diberikan khusus kepada warga tidak mampu yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Pada akhir tahun 2021 lalu, JKN PBI ini telah dihentikan atau dinonaktifkan oleh pemerintah. Tujuannya untuk mengevaluasi karena berdasarkan masukan dari masyarakat ternyata ada banyak pemegang kartu JKN PBI ini yang tidak tepat sasaran, sehingga pemerintah ingin mengevaluasi, salah satu caranya dihentikan dulu,” sebutnya.
Menurutnya, pemegang JKN PBI yang sakit atau yang sedang membutuhkan bukan tidak dilayani, tetapi pemerintah akan tetap melayani setelah diaktivasi. Caranya, warga pemegang JKN PBI datang langsung ke dinas sosial dengan membawa data dan syarat-syaratnya.
“Masih memenuhi syarat sesuai indikator warga miskin apa tidak dengan ditandatangani oleh tim fasilitator dan kepala desa. Manakala masih mememuhi syarat akan diterbitkan rekomendasi untuk aktivasi kembali JKN PBI-nya,” katanya.
Jainudin mengakui bahwa selama ini pihaknya belum memberikan informasi kepada masyarakat sehingga banyak yang belum tahu. Apalagi JKN PBI itu hanya digunakan manakala pemegang kartu mengalami sakit.
“Maka saya berpesan kepada masyarakat di Kabupaten Purworejo yang memegang kartu JKN PBI dan masuk kategori warga tidak mampu, manakala ada pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk diproses dan direkomendasikan untuk diaktifkan kembali, datang saja ke kantor dinas,” jelasnya.
Sebagai persyaratan, indikator kemiskinan masih sama dengan indikator yang lama, yakni sebanyak 14 indikator kemiskinan. Namun, dinas tidak akan menerapkan secara saklek, melainkan menyesuaikan kondisi saat ini.
“Ada bebedapa indikator yang harus kita konfirmasi dengan beberapa instansi lain, contoh indikator kemiskinan awal, warga masak dengan bahan bakar kayu, sementara sekarang sudah dikonversi dengan gas elpiji melon 3 Kg yang untuk warga miskin, maka itu jadi tidak syarat saklek, atau listrik yang dulu hanya nyalur sekarang pasang yang ukuran 450 meter, dimana ada kebijakan dari PLN bahwa meterean 450 itu hanya untuk masyarakat miskin. Yang pasti petugas verifikasi data di lapangan tidak saklek,” ujarnya.
Lebih rinci disebutkan bahwa ada sekitar 380 ribu data tahun lalu yang masuk dalam DTKS. Namun, data tersebut ada indikasi belum benar. Karena itu, saat ini dinas sedang berproses untuk menvalidasi.
Proses validasi melibatkan Pemdes, petugas TKSK, tenaga pendamping PKH. Selanjutnya data verifikasi validasi itu akan disampaikan ke desa untuk dimusdeskan sehingga muncul berita acara dan menjadi dasar dinas untuk merubah data diaplikasi agar menjadi benar.
“Dalam bulan Januari dan Februari 2022 ini, kami sudah matur kepada pimpinan akan melakukan cleaning atau pembersihan dua data kelompok besar, yaitu pertama cleaning kelompok anomali fisik dan pekerjaan serta cleaning data penerima bansos,” ungkapnya.